KARAKTERISTIK BUDAYA
Dalam karakteristik
budaya sunda sendiri memiliki kemampuan-kemampuan yang menjadikannya sebagai
daya hidup bagi masyarakatnya, yang diantaranya seperti : Kemampuan
berkoordinasi dan berorganinasi, dimaknai sebagai kemampuan berinteraksi secara
sosial. Kemampuan beradaptasi, dimaknai sebagai kemampuan kesadaran untuk
secara kreatif mengatasi tantangan keadaan, tantangan zaman dan tantangan
berbagai ragam pergaulan. Kemampuan mobilitas, dimaknai sebagai kemampuan untuk
dengan kreatif menciptakan mobilitas sosial, politik, dan ekonomi, baik yang
bersifat horizontal maupun vertikal. Kemampuan tumbuh dan berkembang, diartikan
sebagai kemampuan kesadaran untuk selalu maju, selalu bertambah luas dan dalam
wawasan-nya selalu menawarkan pemikiran-pemikiran yang segar dan baru Kemampuan
regenerasi, dimaknai sebagai kemampuan untuk mendorong munculnya generasi baru yang
kreatif dan produktif.
Di samping daya hidup,
unsur lain lagi yang juga penting dalam suatu kebudayaan adalah mutu hidup.
Mutu hidup bukanlah merupakan kesempurnaan tetapi lebih dimaknai sebagai
kebiasaan. Adapun kebisaan dalam hidup manusia merupakan kolaborasi harmonis
dari tiga aspek, yakni :
Ø Tanggung Jawab,
dimaknai sebagai suatu kesadaran untuk selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara penuh sesuai dengan tanggung jawab sosialnya.
Ø Idealisme, dimaknai
sebagai rumusan sikap hidup seseorang di dalam menempuh padang dan hutan
belantara kehidupan. Idealisme sekaligus merupakan sumber kepuasan batin
seseorang.
Ø Spontanitas, dimaknai
sebagai ungkapan naluri dan intuisi manusia. Tanpa spontanitas akan menyebabkan
hidup menjadi kering dan hambar.
NILAI TRADISI MASYARAKAT SUNDA
Meniliki nilai budaya
yang tinggi, budaya Sunda dicirikan dengan telah dikenalnya budaya tulis
semenjak zaman dahulu. Pesan-pesan para leluhur Sunda tersebut menunjukkan
bahwa makna yang dimiliki dari budaya Sunda tergolong kedalam makna nilai yang
tinggi dan strategis serta sangat dihormati oleh masyarakatnya. Pesan moral
yang awalnya terbatas hanya untuk masyarakat kerajaan Sunda ternyata memiliki
nilai yang bersifat universal yang dapat juga dijadikan panutan oleh masyarakat
di luar etnis Sunda agar kita selalu bersikap baik memperlakukan alam. Karena
secara nurani setiap komunitas makhluk hidup termasuk manusia, siapa dan
seberapapun kecilnya selalu membutuhkan tatanan kehidupan yang seimbang,
selaras dan harmonis.
NILAI RELIGIUS
Dalam perjalanannya
nilai-nilai tradisi dan religius masyarakat Sunda terus mengalami proses
perkembangan sesuai dengan perubahan zaman. Agama Islam yang merupakan agama
mayoritas masyarakat Sunda saat ini. Dalam aplikasinya, perkembangan keagamaan
seperti yang terjadi pada masyarakat Sunda sebenarnya merupakan proses
perkembangan dari mitos-mitos masyarakat yang pada intinya selalu mencari
bentuk hubungan yang seimbang antara keberadaan manusia dengan lingkungan
alamnya.
PERUBAHAN BUDAYA MASYARAKAT SUNDA
Tingginya budaya Sunda
seperti dikenalnya budaya tulis, dimana budaya tulis sudah dikenal sejak dahulu
kala yang diwujudkan dalam berbagai bentuk prasasti tampaknya sudah semakin
tidak terlihat dalam kehidupan masyarakat Sunda saat ini. Realitas kondisi
keempat daya hidup yang dimiliki oleh budaya Sunda dalam menghadapi berbagai
bentuk tantangan. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam
merespon berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar dapat
dikatakan memperlihatkan tampilan yang kmasyarakat begitu menggembirakan.
Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan
dengan tantangan dari luar. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama
semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang mulai terhapus oleh kebudayaan
asing.
Sebagai contoh yang
paling jelas adalah bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas masyarakat
Sunda tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri,
khususnya para generasi muda Sunda. Dan yang lebih memprihatinkan lagi,
menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan
dengan “keterbelakangan”, untuk tidak dikatakan primitif. Akibatnya, timbul
rasa gengsi pada masyarakat Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya
sehari-hari. Bahkan, rasa “gengsi” ini terkadang ditemukan pula pada mereka
yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar
mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang
bahasa Sunda.
Oleh karenanya,
jangankan di luar komunitas Sunda, di dalam komunitas Sunda sendiri, kebudayaan
Sunda seringkali menjadi asing. Kemampuan tumbuh dan berkembang kebudayaan
Sunda juga dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang tidak kalah
memprihatinkan. Jangankan berbicara pemikiran-pemikiran baru, itikad untuk
melestarikan apa yang telah dimiliki saja dapat dikatakan sangat lemah.
Kebudayaan Sunda pun tampaknya terlihat masyarakat membuka ruang bagi
terjadinya proses tersebut, dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab
rentannya budaya Sunda dalam proses regenerasi. Akibatnya, jadilah budaya Sunda
yang gagap dengan regenerasi.
Generasi-generasi baru
masyarakat Sunda seperti tidak diberi ruang terbuka untuk berkompetisi dengan
sehat, hanya karena kentalnya senioritas serta “terlalu majunya” pemikiran para
generasi baru, yang seringkali bertentangan dengan norma-norma yang dimiliki
generasi sebelumnya. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila proses alih generasi
dalam berbagai bidang pun berjalan dengan tersendat-sendat.
Mengamati
daya hidup kebudayaan Sunda yang hanya memperlihatkan temuan-temuan yang cukup
memprihatinkan, hal yang sama juga terjadi pada aspek mutu hidup yang digunakan
untuk menjelajahi Kebudayaan Sunda, baik dari aspek tanggung jawab, idealisme
maupun spontanitas. Lemahnya rasa tanggung jawab tidak saja diakibatkan oleh
minimnya ruang-ruang serta kebebasan untuk melaksanakan kewajiban secara total
dan bertanggung jawab tetapi juga oleh lemahnya kapasitas dalam melaksanakan
suatu kewajiban.
0 komentar:
Posting Komentar