|
Segala puji bagi Allah yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang, yang telah memberi rahmat serta hidayahNya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Etnisitas Pembangunan Nation and Character Building Indonesia”.
Tak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW sang pilihan dan sang pemilik ukhwah.
Penyusun membuat makalah ini bertujuan untuk melatih
kemampuan kami dalam menyusun makalah, dan pelengkap pembelajaran IPS SD 1 berdasarkan
atas tuntutan penyelesaian mata kuliah pendidikan IPS SD 1. Makalah
ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perkuliahan, dengan
maksud dapat memperoleh wawasan secara komprehensif dan fungsional.
Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak dosen Pendidikan
IPS 1, H. Ibnu Hurry, S.Sos.
2. Semua pihak
yang membantu penyusun dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangan karena masih dalam proses belajar. Oleh karena itu,
penyusun dengan terbuka akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan. Penyusun berharap makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai
penyusun dan para pembaca.
Sukabumi,12
Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 4-8
A. Latar
Belakang ............................................................................. 4-6
B. Rumusan
Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan
Penulisan........................................................................... 6
D. Prosedur........................................................................................ 6-7
E. Sistematika
Penulisan.................................................................... 7-8
BAB
II : Tinjauan
Pustaka.............................................................................. 9-13
A.
Pengertian Etnis, Etnisasi, Etnisitas dan
Nation
and Character building...................................................... 9-12
B. Pengertian
Globalisasi................................................................... 12
C. Pengertian
Demokrasi................................................................... 12
D.
Pengertian
Budaya dan Kebudayaan ........................................... 13
BAB III : Pembahasan....................................................................................... 14-21
A.
Pengaruh etnisitas terhadap pembentukan nation
and character building di Indonesia 14-16
B.
Dampak globalisasi terhadap etnisitas di
Indonesia saat ini...................... 16-17
C.
Pengaruh etnisitas terhadap demokrasi di
Indonesia................................. 18
D.
Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan
yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia ............................................................................................................... 18-21
BAB
III : Kesimpulan........................................................................................ 22-23
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 24-25
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dewasa ini Indonesia
berada di tengah era baru, yakni era reformasi. Kondisi bangsa kita di era
reformasi ini, antara lain ditandai dengan beberapa fenomena yang muncul
sebagai tantangan di berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, politik, dan
sosial budayanya.
Masalah-masalah kita sebagai bangsa memang kompleks, seiring dengan makin berkembangnya dinamika zaman, seperti arus globalisasi yang demikian mengalir secara deras dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa.
Masalah-masalah kita sebagai bangsa memang kompleks, seiring dengan makin berkembangnya dinamika zaman, seperti arus globalisasi yang demikian mengalir secara deras dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa.
Kebudayaan Indonesia
yang menjadi identitas etnis atau suku bangsa yang tadinya dianggap mempunyai
batasan-batasan tertentu kini juga berubah. Perubahan ini berkaitan dengan
faktor geografis dan nilai-nilai yang dibagi bersama yang dianggap pengikat
dalam membentuk masyarakat. Faktor geografis berkaitan dengan wilayah geografis
etnis yang tidak lagi terbatasi. Seperti orang Jawa yang ada di Suriname atau
orang Cina di Kalimantan. Batas-batas geografis itu tidak lagi menjadi jelas
karena tingkat mobilitas gerak orang sudah demikian meluas dan intensifnya.
Demikian pula dengan faktor nilai-nilai yang dibagi bersama menjadi nilai-nilai
yang sifatnya universal antar etnis, bahkan antar bangsa, sesuai dengan konteks
dan setting sosial yang berbeda.
Tokoh pendidikan
nasional menilai, “Menjadi Indonesia itu memerlukan waktu yang cukup panjang.
Indonesia kita ini terdiri dari banyak suku bangsa atau etnis, dari etnis
inilah kita bersama-sama bertekad untuk membangun Indonesia. Jadi, dasar dari
Meng-Indonesia itu adalah Etnisitas yang dikembangkan dalam Bhinneka Tunggal
Ika”.[1])
Saat ini yang namanya
Indonesia itu masih belum dapat dicapai secara keseluruhan, tetapi masih dalam
proses untuk menjadi Indonesia. Oleh karena itu ‘Meng-Indonesia’ itu merupakan
suatu proses menjadi Indonesia yang di dalamnya terdapat sejarah perkembangan
manusia,itu sendiri, di mana terkadang terjadi suatu keadaan naik-turun atau
kuat dan kadang melemah.
Apabila kita menengok
kembali pada perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada periode
perjuangan kemerdekaan, selama periode tersebut masyarakat dan para pemimpin
perjuangan memunculkan sifat-sifat istimewa mereka. Kualitas istimewa inilah
yang dibangkitkan, dipupuk, dikuatkan oleh para pejuang kemerdekaan, yang
akhirnya mengantarkan masyarakat yang tinggal di ribuan pulau ’zamrud
kalutistiwa’ ini, yang sangat beraneka ragam baik dari sisi suku, agama, alam,
dan budaya, memproklamirkan diri sebagai satu negara dan bangsa, yaitu Negara
dan Bangsa Indonesia.
Kualitas istimewa itu
mencakup kesepakatan kuat mengenai cita-cita bersama, semangat persatuan,
penghargaan atas kebhinekaan, kesediaan berkorban, berani kerja keras,
ketulusan, solidaritas, dan rasa percaya diri. Ini menunjukkan bahwa rakyat
Indonesia bukan bangsa yang secara histotris adalah bangsa tak bermutu.
Masyarakat Indonesia memiliki kualitas atau kekuatan yang apabila dipupuk dan
dikembangkan dapat mengantarnya kepada kemajuan.
Pada masa perjuangan
kemerdekaan, rasa persatuan atau kohesivitas bangsa sangat kuat karena ketika
itu musuh bersama rakyat Indonesia sangat jelas yaitu penjajah Belanda. Di
samping itu, persatuan menjadi makin kuat karena cita-cita yang hendak dicapai
bersama juga sangat jelas yaitu Indonesia Merdeka. Namun kedaaan menjadi
berbeda sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Kohesivitas menurun karena kepentingan
golongan menjadi menonjol di atas kepentingan bersama. Pemberontakan demi
pemberontakan yang mengancam kesatuan RI terjadi, seperti konflik internal
maupun eksternal antar suku, ras, bahkan agama. Inilah yang menjadi salah satu
faktor pendorong timbul permusuhan antar suku, antar kelompok agama dan antar
daerah.
Semangat persatuan yang
sangat kuat di masa lalu menjadi makin lemah sedangkan semangat untuk
menonjolkan diri sendiri menguat. Makin lemahnya kohesivitas[2])
bangsa juga disebabkan oleh makin kaburnya atau tidak adanya cita-cita bersama
yang disepakati bersama yang dapat menggugah semua komponen bangsa untuk
berjuang bersama dengan tidak mempersoalkan perbedaan yang ada diantara
komponen yang bersangkutan. Tidak ada lagi yang namanya ’Indonesian Dream’ yang
memberi inspirasi dan mengikat rakyat Indonesia untuk berjuang bersama.
Konsep Indonesia
sebagai bangsa, yang mengacu kepada sejarah, kebudayaan, bahasa, dan karakter
etnik yang relatif sama mulai diperdebatkan kembali. Fenomena ini muncul
sebagai akibat rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat etnik-etnik
tertentu karena dominasi pusat kepada daerah, yang kemudian berkembang menjadi
dominasi suku bangsa tertentu kepada suku bangsa yang lain. Rasa ketidakadilan
ini kemudian berujung kepada konflik-konflik sosial antar etnik.[3])
Rasa ketidakadilan tersebut memunculkan keinginan etnik-etnik tersebut untuk
melepaskan diri dari kesepakatan mereka untuk berbangsa dan bernegara yang
sama, yaitu Indonesia. Sehingga munculah Papua merdeka, Aceh Merdeka dan
lain-lain sebagai akibat dari ketidakadilan suatu etnik terhadap etnik yang
lain.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengaruh Etnisitas itu sendiri terhadap pembentukan “Nation and character
building” di Indonesia?
2.
Bagaimana dampak
yang ditimbulkan globalisasi terhadap Etnisitas di Indonesia saat ini?
3.
Apa pengaruh
demokrasi terhadap Etnisitas di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
4.
Apa ancaman
globalisasi terhadap budaya di Indonesia yang mempengaruhi pembangunan karakter
bangsa Indonesia itu sendiri?
1.3
Tujuan Penulisan
·
Mahasiswa mampu
memahami pengertian etnisitas secara umum
·
Mahasiswa mampu
mengetahui pengaruh etnisitas terhadap pembentukan “nation and character
bilding” di Indonesia
·
Mahasiswa mampu
memahami dampak globalisasi terhadap etnisitas di Indonesia
·
Mahasiswa mampu
mengetahui pengaruh demokrasi terhdap etnisitas di Indonesia
·
Mahasiswa mampu
memahami ancaman yang muncul akibat adanya globalisasi terhadap budaya di
Indonesia
1.4
Prosedur
Indonesia
bukan hanya nama sebuah negara, tetapi juga sebuah bangsa yang memiliki sebuah realitas
objektif, baik dari segi geografisnya, budayanya, keragaman penduduknya,
adat-istiadat dan agamanya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk
(plural), kaya akan berbagai etnis didalamnya. Keanekaragaman merupakan
perbedaan yang cukup kompleks, dan tantangan ini bukan tidak mungkin menjadi
bumerang yang dapat memecah belah bangsa ini.
Dalam
memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini harus
mempersiapkan diri demi kelangsungan hidupnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang
perlu diketahui antara lain, gambaran kehidupan di era globalisasi, tuntutan
dan peluang apa saja yang ada di dalamnya dan bagaimana meresponsnya. Untuk
itu, perlu diadakan tinjauan budaya untuk mengetahui apakah budaya Indonesia
yang ada sekarang ini sudah siap mengahadapi era globalisasi. Budaya yang dapat
menghadapi tuntutan seperti itu adalah budaya yang tangguh, sehingga ia dapat
menghimpun potensi dari seluruh rakyat yang majemuk untuk menghadapi tantangan
dari luar.
Kemajuan
di bidang komunikasi dan transportasi membuat dunia makin terbuka dan
batas-batas atau sekat-sekat yang memisahkan satu bangsa dari bangsa lain makin
memudar, memaksa masyarakat Indonesia untuk bergaul dengan masyarakat negara
lain. Agar manusia Indonesia dapat berfungsi sebagai warga negara secara
efektif dalam masyarakat Indonesia modern, ia perlu memperhatikan dan
mengindahkan nilai-nilai yang diyakini dan dianut oleh pemikiran modern dewasa
ini, antara lain, nilai-nilai yang terdapat dalam konsep demokrasi.
Terjadinya
konflik nilai dalam kelompok masyarakat budaya Indonesia dewasa ini dapat
diamati. Konflik itu dapat terbuka dan dapat pula terpendam. Di satu sisi
dipaksa untuk mengikuti nilai-nilai atau norma-norma yang baru, dan di sisi
lain masih terikat dengan nilai-nilai atau norma-norma tradisional. Maka dari
itu, masuknya budaya asing tentunya harus memperkaya kebudayaan Indonesia,
diambil nilai positifnya, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir
rasional, sistematis, dan analitis.
Semua
potensi yang terdapat dalam masyarakat Indonesia hendaknya dapat ditampung
dalam wadah yang disebut budaya nasional Indonesia, yaitu budaya yang mengakui
kebinekaan yang terdiri atas budaya-budaya etnis, dalam rangka mewujudkan
pembangunan karakter bangsa Indonesia, membentuk ‘nation and character
building’ Indonesia yang lebih baik.
1.5
Sistematika
Penulisan
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang
2. Rumusan
Masalah
3. Tujuan
Penulisan
4. Prosedur
5. Sistematika
Penulisan
B. Tinjauan
Pustaka
1. Pengertian
Etnis, Etnisasi, Etnisitas dan Nation and Character building
2. Pengertian
globalisasi
3. Pengertian
demokrasi
4. Pengertian
budaya dan kebudayaan
C. Pembahasan
1. Pengaruh
etnisitas terhadap pembentukan nation and character building di Indonesia
2. Dampak
globalisasi terhadap etnisitas di Indonesia saat ini
3. Pengaruh
etnisitas terhadap demokrasi di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
4. Pengaruh
globalisasi terhadap kebudayaan yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia
D. Kesimpulan
1. Kesimpulan
2. Saran
E. Daftar
Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Etnis, Etnisitas dan Nation and Character Building
a. Etnis
Menurut Ensiklopedi Indonesia Etnis berarti kelompok sosial
dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu
karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu
kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik
yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut
Fredrik Barth [4]),
istilah etnik merujuk pada suatu
kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun
kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok
etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang mampu
melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak. Mempunyai nilai-nilai
budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.
Ciri dari kelompok etnik ini adalah membentuk jaringan komunikasi dan interaksi
sendiri.
Menurut Perspektif Teori Situasional, Etnis merupakan hasil
dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar
yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas adalah kolonialisme, yang demi
kepentingan administratif pemerintah kolonial telah mengkotak-kotakkan warga
jajahan ke dalam kelompok-kelompok etnik dan ras [5]). Dan seterusnya, sisa warisan
kolonial tersebut terus dipakai sampai sekarang oleh masyarakat kita.
b. Etnisitas
Etnisitas adalah suku
bangsa, yakni berkaitan dengan kesadaran akan kesamaan tradisi budaya,
biologis, dan jati diri sebagai suatu kelompok [6])
dalam suatu masyarakat yang lebih luas.
Etnisitas adalah pembagian kelompok berdasar ciri-ciri yang
sama dalam hal budaya dan genetis serta bertindak berdasarkan pola yang sama.
Pada dasarnya suatu kelompok etnis mempunyais sedikitnya enam sifat, sebagai berikut
:
- Mempunyai
nama yang unik yang merujuk pada kelompok masyarakat tertentu. Misalnya
Nasution, Saragih, Sitorus (Batak). Atau Pardi, Paimo, Parjo (Jawa).
- Mempunyai
keyakinan akan asal-asul nenek moyang, meski hal itu bisa jadi mitos. Misal orang Jawa merasa
keturunan dari Semar.
- Sebuah
kelompok mempunyai ingatan historis yang sama.
Misalnya Orang Sunda merasa tidak
cocok dengan orang Jawa karena dahulu Kerajaan Majapahit (jawa) pernah terlibat
bentrok dengan kerajaan Padjajaran (Sunda).
- Sebuah
Kelompok mempunyai anasir budaya-agama yang sama.
Meski orang Jawa timur dan Jawa
tengah berbeda dialek, tapi umumnya mereka islam dan dulunya menggunakan aksara
yang sama (aksara jawa).
- Sebuah
Kelompok mempunyai ikatan pada tanah leluhur.
Meski, mereka lahir dan besar di
tempat lain. Misalnya orang batak yang lahir dan besar di Jakarta, merasa harus
pulang kampung ke Tanah Toba karna merasa itulah tanah leluluhurnya.
- Memiliki
ikatan solidaritas yang kuat antar anggota kelompok.
Misalnya orang tukang jamu dari
Wonogiri (jawa) biasanya mereka saling membantu meski pekerjaan mereka
sama-sama tukang jamu. Mereka akan saling berbagi dan saling tolong-menolong
sebagai sesama tukang jamu dan sesama warga Wonogiri.
- Dalam beberapa hal, masalah
pekerjaan kadangkala juga merujuk pada identitas etnisitas tertentu.
Misalnya, tukang kredit keliling di
Jakarta umumnya orang Garut atau Batak.
c. Nation and Character building
Istilah bangsa adalah terjemahan dari kata nation,
dan nation berasal dari bahasa Latin:natio yang artinya suatu yang
lahir. Nation dalam istilah bahasa Indonesia artinya bangsa. Dalam perkembangan
selanjutnya konsep bangsa memiliki pengertian dalam arti sosiologis
antropologis dan politis.
- Bangsa dalam arti sosiologis antropologis. Adalah
perkumpulan orang yang saling membutuhkan dan berinteraksi untuk mencapai
tujuan bersama dalam suatu wilayah. Persekutuan hidup dalam suatu negara
bisa merupakan persekutuan hidup mayoritas dan minoritas. Bangsa dalam
arti sosiologis antropologis diikat oleh ikatan - ikatan
seperti ras, tradisi, sejarah, adat istiadat, agama atau kepercayaan,
bahasa dan daerah. Ikatan ini disebut ikatan primordial.
- Bangsa dalam arti politis. Adalah suatu masyarakat
dalam suatu daerah yang sama dan tunduk pada kedaulatan negara sebagai
satu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Bangsa dan negara sudah
bernegara dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan negara yang
bersangkutan. Bangsa dalam arti politik diikat oleh sebuah organisasi
kekuasaan yaitu negara dan pemerintahannya. Mereka juga diikat oleh suatu
kesatuan wilayah nasional, hukum, dan perundangan yang berlaku di negara
tersebut.
Menurut
Frederich Ritzel, mengungkapkan bangsa sebagai hubungan antara wilayah
geografis dan bangsa itu sendiri. Suatu teori kebangsaan baru mengungkapkan
mengenai definisi Negara, di mana teori tersebut menyatakan bahwa negara
merupakan suatu organisme yang hidup [7]).
Agar suatu bangsa hidup dengan subur dan kuat maka negara butuh suatu ruangan
untuk hidup, yang dalam bahasa Jerman disebut Lebensraum [8]).
Negara
– Negara besar memiliki semangat ekspansi, militerisme, serta optimisme. Teori
ini bagi negara modern disambut dengan hangat, terutama Jerman. Namun
sisi negatifnya menimbulkan semangat kebangsaan chauvinisme. Dewasa ini umumnya
mengartikan bangsa sebagai rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk
membangun masa depan bersama dan dari segi politik bangsa merupakan kelompok
masyarakat yang mendiami suatu wilayah teritorial tertentu yang tunduk pada
ketentuan hukum yang dibuat oleh kekuasaan negara
Pengertian Charakter
Building dalam segi bahasa, Charakter Building atau membangun
karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build) dan
karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat
memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak,
aklak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dalam konteks
pendidikan (Modul Diklat LAN RI) pengertian “Membangun Karekter (character
building) adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina,
memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi
pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah
laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila.
2.2
Pengertian
Globalisasi
Achmad
Suparman mengungkapkan arti globalisasi sebagai suatu proses menjadikan sesuatu
(benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa
dibatasi oleh wilayah.
Sedangkan
Scholte mengartikan globalisasi sebagai meningkatnya hubungan
internasional. Dalam hal ini
masing-masing Negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun
menjadi semakin tergantung satu sama lain.
Berbeda
dengan kedua pendapat di atas, Anthony Giddens mengungkapkan globalisasi
sebagai proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia [9]). Ditandai dengan kesenjangan tingkat kehidupan
antara masyarakat industry dan masyarakat pertanian.
2.3
Pengertian
Demokrasi
Menurut etimologi/bahasa, demokrasi berasal dari
bahasa yunani yaitu dari demos = rakyat dan cratos atau cratein=pemerintahan
atau kekuasaan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Oleh karena itu dalam sistem demokrasi rakyat mendapat kedudukan penting
didasarkan adanya rakyat memegang kedaulatan.
Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk
pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan
pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan merupakan
hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi
dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk
memerintah.
Menurut International Commission of Jurist Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan
politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh
mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan
yang bebas.
2.4
Pengertian
Budaya dan Kebudayaan
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere
yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara lading [10]).
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan budaya
adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui
kehidupan sosial, seni agama,
kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok
manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Sedangkan kebudayaan menurut Edward B. Taylor,
adalah keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai
anggota masyarakat.
Menurut M. Jacobs dan B.J. Stern Kebudayaan mencakup
keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan
kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pengaruh Etnisitas terhadap pembentukan “Nation and
Character Building” di Indonesia
Bangsa hadir, bukan dikarenakan adanya kesamaan
budaya, suku, ras, etnisitas dan agama saja, tetapi lebih pada adanya kesamaan
nasib dan keinginan untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas bangsa. Dalam konteks ini sebuah komunitas di mana
realitas pluralisme atau kenyataan kemajemukan bangsa dengan berbagai etnis dan
kebudayaan yang ada bukan lagi dipandang sebagai masalah, tetapi sebuah
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dan justru merupakan modal utama bangsa
itu sendiri.
Nasionalisme atau rasa dan tanggung jawab kebangsaan
tersebut merupakan sesuatu yang penting di dalam proses “character and nation
building”. Tidak ada bangsa hadir tanpa nasionalisme, tentu saja dengan kadar
dan konteks masing-masing, sesuai dengan histori dan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Nasionalisme dan proses berbangsa, justru baru dimulai dan
memperoleh tantangan-tantangan baru setelah bangsa itu sendiri hadir, dengan
berbagai adat istiadat dan segala keunikannya yang dapat membentuk pembangunan
karakter bangsa Indonesia dengan ciri dan karakteristik yang milikinya, yang
tentunya tetap satu berbhineka tunggal ika.
Kesadaran nasionalisme Indonesia itu sendiri sebagai
proses dalam mencapai pembangunan karakter bangsa yang tak lepas dari era
kebangkitan nasional 1908, dan Sumpah pemuda 1928 yang telah meninggalkan
dokumen amat mendasar sebagai wujud dari adanya kesamaan nasib dan solidaritas
bersama untuk bertanah air, bertumpah darah, dan berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Jadi
rasa meng-Indonesia tumbuh atas kesadaran bersama segenap elemen yang ada untuk
bersama-sama mewujudkan, memelihara dan memajukannya, tanpa memandang etnis
atau suku manapun, yang seharusnya menjadi pemersatu bangsa Indonesia.
Indonesia hadir bukan atas pemberian kaum penjajah. Ini suatu modal sejarah
yang amat berharga.
Di
atas telah disinggung bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam
suku bangsa, etnisitas, bahasa, agama, dan adat-istiadat, yang satu sama lain
saling memperkaya bangunan kebangsaan yang plural dan kokoh. Dengan kata lain,
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Komposisi
keragaman dan kemajemukan bangsa merupakan suatu realitas objektif, yang
merupakan modal berharga bagi pembentukan jati diri dan karakter bangsa, yang
mana diikat pula oleh konsensus dasar Negara kita yaitu Pancasila.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ada pada saat ini memiliki sejarah yang
panjang dan mengalami beberapa fase penjajahan bangsa asing. Dengan pengalaman
yang panjang tersebut, para Bapak Bangsa yang sering disebut The Founding
Father’s [11])
telah merumuskan konsepsi dasar yang tepat bagi kehadiran sebuah negara dan
bangsa baru bernama Indonesia. Sejak kemerdekaannya 17 Agustus 1945 hingga
kini, sesungguhnya bangsa Indonesia tengah berupaya untuk memperkokoh “nation
and character building”.
Sebagai
bangsa yang telah berusia setengah abad lebih, Indonesia terus berproses dan
berkembang seiring dengan “nation and character building” tersebut. Selama ini
bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang harmonis, ramah, dan tingkat
toleransi yang tinggi. Kesan demikian, khususnya pada era reformasi tampak kian
pudar, seiring dengan munculnya banyak konflik sosial secara horisontal di
kalangan masyarakat, dan banyaknya kerusuhan sosial yang terjadi. Tentu saja
berbagai kejadian yang muncul tersebut telah menodai proses “nation and
character building”. Kini saatnya bangsa Indonesia menunjukkan kembali
karakternya sebagai bangsa yang ber-Pancasila dan bermartabat.
Betapapun
kompleksnya tantangan yang kita hadapi, kita harus tetap mencintai bangsa ini.
Bangsa di mana kita dilahirkan dan dibesarkan, dengan berbagai macam etnis di dalamnya
yang tentunya dapat menjadi pengaruh positif bagi pembentukan pembangunan karakter
bangsa disertai satu bahasa nasional, satu dasar Negara yaitu Pancasila yang
menjadi pemersatu bangsa, yang memberikan harapan akan masa depan bagi kita
semua, bangsa Indonesia. Dan kita pun harus mengembangkan rasa tanggung jawab,
di samping secara mendasar kita harus memahami hakikat Indonesia sebagai sebuah
bangsa yang memiliki nilai-nilai dasar (basic values) Pancasila, sebagai
karakter bangsa Indonesia yang diharapkan, yakni bangsa yang: (1) Ber-Ketuhanan
yang Maha esa; (2) Ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Senantiasa berada
dalam Persatuan indonesia; (4) Melaksanakan Permusyawaratan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (5) Mewujudkan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Inilah
konsensus dasar kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Etnisitas dalam konteks Indonesia akan dapat berperan penting di dalam pembentukan karakter pembangunan bangsa. Hal-hal di atas adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama). Faktor etnisitas tadi jika ditransformasikan secara produktif, akan menyumbangkan pertumbuhan kehidupan demokrasi yang baik dan menjadi ciri karakteristik bangsa dengan berbagai budayanya yang ada namun tetap berbhineka tunggal ika. Tetapi juga sebaliknya bisa memicu konflik jika setiap kelompok gagal membangun sikap solidaritas sebagai warga Negara dan bangsa (nation-state).
Etnisitas dalam konteks Indonesia akan dapat berperan penting di dalam pembentukan karakter pembangunan bangsa. Hal-hal di atas adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama). Faktor etnisitas tadi jika ditransformasikan secara produktif, akan menyumbangkan pertumbuhan kehidupan demokrasi yang baik dan menjadi ciri karakteristik bangsa dengan berbagai budayanya yang ada namun tetap berbhineka tunggal ika. Tetapi juga sebaliknya bisa memicu konflik jika setiap kelompok gagal membangun sikap solidaritas sebagai warga Negara dan bangsa (nation-state).
3.2
Dampak globalisasi terhadap
etnisitas di Indonesia saat ini
Globalisasi
mempunyai dampak besar melonggarkan dan dapat pula melepaskan ikatan etnis dan
agama. Kemajuan komunikasi dan ilmu pengetahuan bisa menjauhkan atau
mengasingkan dan mendekatkan kita [12]).
Pertama, terjadi perenggangan ikatan etnis dan religius. Orang dari berbagai
etnis dan agama berbeda bisa saja bersatu dan bekerja sama menanggapi keprihatinan
kemiskinan, misalnya, Globalisasi mendorong terbentuknya
persekutuan-persekutuan baru yang mungkin jauh lebih mengikat daripada
kelompok-kelompok tradisional. Kedua, terjadi penguatan ikatan etnis-religius.
Globalisasi tidak saja melonggarkan, tetapi dapat pula mendorong menguatnya
kembali ikatan kesukuan dan keagamaan. Hal itu dimungkinkan dua hal. Pertama,
pencarian kepastian dan identitas. Orang lalu kembali kepada identitas lama.
Kedua, reaksi terhadap tekanan dan dominasi yang tidak adil atau pengalaman
ketertindasan. Penindasan itu bisa terjadi pada level global ini, nasional, dan
lokal.
Globalisasi
telah mempengaruhi identitas kesukuan dan religius masyarakat modern [13]).
Migrasi penduduk yang makin cepat oleh penemuan teknologi komunikasi dan
transportasi tidak saja menggeserkan nilai-nilai, tetapi juga mengubah
komposisi penduduk. Masyarakat yang sebelumnya mayoritas berubah jadi etnik
minorita. Akibat dari interaksi ini,
terjadi dialektika pemikiran dan pemahaman yang mendorong terjadinya tafsiran
baru mengenai agama, budaya, dan politik. Perubahan ini mengakibatkan
disorientasi nilai dan kultural. Tidak banyak orang siap memasuki global
village atau global city ini. Mereka mencari bentuk hubungan lama baik budaya
maupun agama yang memberi mereka rasa aman dan identitas.
Etnisitas
yang pada awalnya disikapi sebagai penggambaran keseluruhan atau totalitas cara
hidup, kegiatan, keyakinan-keyakinan, adat istiadat dari sebuah komunitas atau
masyarakat, yang disebut dengan kebudayaan, kini menjadi sulit untuk
didefinisikan. Demikian juga, pengertian kebudayaan nasional Indonesia yang
disikapi sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah, kini sungguh sulit untuk
diimplementasikan. Pendek kata, negara dan bangsa Indonesia hari ini, secara
kultural tidak bisa lepas dari fragmentasi global yang kekuatannya nyaris tak
terelakkan.
Di
sisi lain, dengan adanya dominasi tersebut atau fragmentasi global yang
memiliki kekuatan yang tak terelakkan, justru memberi kontribusi memudarnya
identitas yang selama ini dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri
Nusantara ini. Disisi lain, harus diakui pula bahwa globalisasi pun bisa
memberi dampak positif. Misalnya, masuknya budaya asing yang memperkaya
kebudayaan Indonesia, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir
rasional, sistematis, dan analitis. Selain itu, globalisasi justru akan
menambah berkembangnya ilmu pengetahuan dan cara berpikir kritis.
Tantangan
bagi bangsa Indonesia akibat globalisasi memang mengancam eksistensi jati diri
bangsa Indonesia. Sebut saja terjadinya guncangan budaya (cultural shock).
Globalisasi tidak sepenuhnya memperlebar ruang bagi bertumbuhnya masyarakat
terbuka (open society), tetapi di sana sini menimbulkan ketakutan kehilangan
identitas. Agama dan suku menjadi ruang lama yang terbuka kembali untuk
penegasan identitas.
Untuk
itulah, sebuah strategi kebudayaan nasional terutama bagi etnisitas di
Indonesia membutuhkan suatu diskusi panjang yang diharapkan mampu memberi
kontribusi berharga bagi pudarnya identitas yang terpecah terhadap negara dan
bangsa. Sehingga yang terjadi adalah globalisasi tidak lagi membuat orang
kembali ke identitas lama kesukuan dan agama, melainkan makin terbuka dalam
membangun kerja sama untuk kebersamaan sosial yang lebih baik. Dengan demikian
agama dan etnisitas menyumbangkan kemajuan dalam memasuki kehidupan era
globalisasi ini.
3.3
Pengaruh
etnisitas terhadap demokrasi di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
Demokrasi,
menurut Kleden, berbasiskan pada rakyat. Kekuasaan dari rakyat yang tercermin
dalam seleksi pemimpin, rakyat terlibat di dalam pengambilan keputusan, dan
kekuasaan harus diabdikan untuk rakyat. Rakyat di sini dimengerti, pertama,
sebagai individu tiap warga negara. Karenanya demokrasi adalah sistem
penyelenggaraan kekuasaan yang mendukung penghormatan hak asasi manusia sebagai
individu. Individu diberi ruang di dalam negara demokrasi untuk ikut menentukan
kepentingan seluruh rakyat. Kualitas demokrasi ditentukan oleh kesediaan dan
kesiapan setiap warga untuk menjadi warga yang demokratis. Jika demikian, kita
menghadapi masalah bila keputusan individu diserahkan kepada pemimpin suku,
agama, partai.
Kedua,
rakyat dimengerti sebagai kelompok warga. Dalam konteks ini, demokrasi tetap
mengakomodasi dimensi sosial dari individu. Di dalam negara demokratis terdapat
kemajemukan kepentingan yang tampak di dalam pengorganisasian diri masyarakat.
Tiap individu dapat membentuk satu wadah untuk memperjuangkan kepentingan
mereka. Dalam konteks demikian, dalam pandangan Kleden, demokrasi sedang
terancam bila ada kelompok kepentingan tertentu tanpa alasan mendasar tidak
menghendaki kelompok kepentingan lain hidup di dalam negara demokrasi itu.
Sebaliknya demokrasi bisa terwujud apabila semua kelompok termasuk kelompok
agama dan etnis dibiarkan hidup dan memberikan kontribusinya bagi kehidupan
bersama. Menurut Kleden, “Kita tidak dapat menilai sebuah keputusan sebagai
keputusan demokratis apabila isi dari keputusan itu adalah penindasan terhadap
kelompok agama tertentu atau pemangkasan etnis tertentu. Perjuangan menuju
demokrasi serentak berarti perjuangan untuk mengukuhkan hak-hak suku-suku kecil
atau kelompok-kelompok religius yang membentuk minoritas”.
Agama
dan etnisitas bisa berperan positif terhadap demokrasi karena demokrasi mengandaikan
adanya nilai-nilai seperti solidaritas, penghargaan terhadap orang lain,
kesediaan berkorban, dan kerelaan menerima kekalahan. Namun agama dan etnisitas
dapat merongrong demokrasi bila ada sikap arogan, menindas dan memperlakukan
kelompok etnis dan agama lain secara tidak adil. Demokrasi terwujud apabila
kita sanggup keluar dari arogansi dan sakit hati. Kleden menegaskan lagi bahwa
karena kita hidup di dalam masyarakat majemuk, maka mestinya ada kerelaan
memberi dan menerima.
3.4
Pengaruh
globalisasi terhadap kebudayaan yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia
Identitas nasional
sesuai dengan undang-undang dasar negara ini adalah segala hal yang berupa
warisan nenek moyang bangsa, baik itu sebuah nilai, sistem sosial, dan artefak
(benda-benda). Jadi ketika yang dibicarakan adalah identitas nasional maka itu
akan berisi tentang sistem nilai norma hukum yang ada dalam masyarakat
Indonesia, yang apabila dilihat secara holistik teryata terdapat sistem nilai
yang berupa entitas [14]) budaya
asli bangsa ini yang coba di akumulasikan dalam kata Pancasila.
Dengan pancasila ini
coba dibangun kesadaran bangsa ini tentang norma-norma tata hidup bernegara dan
bermasyarakat, maka diajarkanlah tentang toleransi, tepa selira, persatuan,
keadilan dan persamaan, dan kebebasan berketuhanan, jadi secara umum yang
menjadi gambaran identitas bangsa ini adalah Pancasila sebagai sebuah sistem
nilai. Namun yang paling umum dalam melihat identitas nasional adalah nilai
spiritual adalah yang lebih dominan dan nilai rasional adalah yangs selanjutnya
ada nuansa-nuansa agamis dalam entitas budaya nasional.
Budaya global yang
lahir dari faham modernisme adalah implikasi dari budaya barat yang
mengedepankan rasionlitas empiris dengan pemisahan wilayah nilai spirit dan
wilayah rasional (sekular), hal ini sangat mempengaruhi karakter budaya
masyarakat barat dengan mengedepankan rasio sebagai sumber utama peradaban maka
setiap prinsip-prinsip nilai kemasyarakatan dibangun dalam kerangka rasio tadi.
Namun rasio dalam ini yang berlandaskan empirisme dimana mengedapankan
pengalaman-pengalaman dalam menentukan nilai, etika kebebasan, demokrasi, dan
hak asai manusia diterrjemahkan dalam wilayah esensial rasional manusia.
Sebelum melanjutkan kenapa terjadi globalisasi budaya
semestinya ada pemahaman yang dikedepankan dalam pembentukan masyarakat, dalam
pembentukan kelompok terjadi melalui interaksi dan proses sosial, maka demikian
pula dalam pembentukan masyarakat melalui proses interaksi antar kelompok.
Kedua proses pembentukan kelompok maupun dalam pembentukan masyarakat semuanya
terjadi melalui proses komunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses interaksi
dimana suatu stimulus (rangsangan) yang memeperoleh arti tertentu dijawab oleh
orang lain(respons), secara lisan maupun tertulis maupun dengan isyarat.
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu
belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir
kelompoknya agar dia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya [15]).
Pembentukan karakter dalam masyarakat tidaklah terlepas dari
tingkah laku daripada individu dalam masyarakat tersebut, dari hal ini maka
tingkah laku individu melahirkan suatu bentuk dalam kelompok dan dari tingkah
laku kelompok ini yang membentuk sebuah dinamika etika dalam masyarakat. Namun
pembentukan tingkah laku individu dalam masyarakat tidaklah terlepas dari
faktor lingkungan yang membentuk individu tersebut termasuk di dalamnya
perkembangan pengetahuan dalam maasyarakat.
Berdasarkan pola hubungan di atas maka terbentuklah masyarakat,
dalam masyarakat maka lahirlah nilai-nilai dan norma-norma yang mesti dituruti
oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat konteks
budaya Sulaewesi dimana sistem struktur sosial masyarakat diukur dari pada
harga diri kemanusiaan dan ini melahirkan sublimasi dalam bebtuk-bentuk lain.
Maka individu maupun kelompok dalam struktur masyarakat sulawesi haruslah
mengikuti aturan-aturan masyarakat yang terbentuk. Dan dari perkembangan
pengetahuan manusia membentuk karakter baru dalam konsep harga diri kemanusiaan
masyarakat bugis Makassar. Begitu pula dalam masyarakat barat yang
mengedepankan unsur rasional empiris maka budaya dan entitas kemasyarakatannya
dikedepankan melalui kerangka rasional empiris.
Pada dasarnya setiap kebudayaan adalah perwujudan hasil cipta
rasa dan karsa manusia yang mempunyai kesamaan berupa upaya untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan manusia.
Sebuah bangsa dengan mata terbuka menghadapi segala tantangan
tentu akan berubah. Tetapi dalam perubahan dia tidak sekedar dikemudikan dari
atas, dia tidak asal ikut-ikutan saja. Dia menetukan dirinya sendiri. Jadi ada
penghargaan atas identias nasional dan ini dijadikan modal sosial untuk
membangun bangsa ini, bangsa ini tidak mesti tertutup dengan
perubahan-perubahan yang datang dari luar tetapi terus mempelajari hal-hal baru
dan menjadikan sosial kapitalnya sebagai alat untuk mengembangkan dan membangun
identitas-identitas dalam setiap pribadi dalam bangsa ini.
Identitas adalah sesuatu yang dinamis, pertemuan dengan
identitas yang lain akan memperkaya, dapat juga menjadi sebuah ancaman. Kalau
kita hanya berusaha untuk menyesuaikan diri kita akan kehilangan identitas
kita. Atau menutup diri itupun tidak akan menyelamtkan kita, karena
identitas kita adalah cerminan negatif bagi lingkungan kita. Agar dalam pertemuan identitas kita tidak
menderita melainkan bertambah kuat maka kita mesti memenuhi dua syarat :
Pertama identitas
mesti harus kuat, Indonesia sadar akan identitas nasionalnya sendiri dalam hal
kebudayaan itu berarti harus mengenal kebudayaannya dan sejarahnya serta merasa
bangga atasnya. Dan mengidentifikasi akan-kelemahan-kelemahannya.
Kedua identitas
mesti harus terbuka, dalam arti dia harus terbuka dengan kebudayaan-kebudayaan
lain seperti kebudayaan tekhnologi modern dia mesti harus mempelajarinya.
Peresapan kebudayaan modern akan menghadapkan kita dalam pertanyaan yang
barangkali belum dapat dijawab terutama ; mungkinkah kita akan bergaul akrab,
mandiri dan kreatif dengan sains dan teknologi modern tampa mengembangkan iklim
intelektual dan gaya berfikir yang secara historis menjadi asal-usul kebudayaan
teknologis modern ?
Jadi keyakinan akan diri sendiri, kesadaran harga diri yang
kuat, disertai keterbukaan itulah yang dianggap sikap yang memungkinkan Indonesia
menjadi bangsa yang modern tampa kehilangan jiwanya sendiri.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia adalah suatu masyarakat yang bhineka
bukan hanya karena keadaan geografisnya tapi juga karena sejarah perkembangan
bangsa Indonesia itu sendiri. Oleh sebab itu bangsa Indonesia bukan hanya
terjadi dari berbagai suku tetapi juga dengan berbagai kebudayaan sesuai dengan
pengaruh-pengaruh kebudayaan dunia yang telah memasuki Indonesia sejak
berabad-abad yang lalu. Dengan demikian kebudayaan Indonesia terjadi dari
lapisan-lapisan budaya dengan ciri yang khas yang telah masuk dan berintegrasi
dalam budaya lokal. Dengan itu, kita dapat mengenal lapisan-lapisan budaya
Hindu-Budha, budaya Islam, budaya Kristen, dan pada akhir-akhir ini, kebudayaan
di era global dengan dampak negatif dan positif yang dimilikinya.
Etnisitas tentunya dapat berperan penting di dalam
pembentukan karakter pembangunan bangsa. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri,
bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang
amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena
kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama). Faktor
etnisitas jika ditransformasikan secara produktif, akan menyumbangkan pertumbuhan
kehidupan demokrasi yang baik dan menjadi ciri karakteristik bangsa dengan
berbagai budayanya yang ada, namun tetap berbhineka tunggal ika.
Tetapi juga sebaliknya bisa memicu konflik jika setiap
kelompok gagal membangun sikap solidaritas sebagai warga Negara dan bangsa
(nation-state). Masyarakat Indonesia
yang demokratis pun akan memperoleh dasar perkembangan yang sangat relevan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan demokrasi itu sendiri sebagai ciri
utama masyarakat madani di dalam corak kebhinekaan masyarakat dan budaya
Indonesia. Demokrasi merupakan sistem penyelenggaraan kekuasaan yang mendukung
penghormatan hak asasi manusia sebagai individu, tanpa membedakan berbagai
etnis, ras dan agama yang ada.
4.2 Saran
Kita menyadari bahwa ciri pluralistik telah menandai
kebudayaan Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku bangsa
bersama-sama dengan pedoman berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan
kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu beriringan, saling melengkapi dan saling
mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan
(fleksibel) dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks itu pula maka ratusan
suku-suku bangsa yang terdapat di Indonesia itu perlu dilihat sebagai aset
negara berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta
potensi-potensi budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat
didayagunakan bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan
bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat,
2007, Sejarah Teori Antropologi.
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Arief
Priyandi. Rieza, 2010, Etnisitas dalam
pembentukan “nation and character building” Indonesia.http://riezaarif.blogspot.com/2010/04/etnisitas-dalam-pembentukan-nation-and.html.
Diakses pada tanggal 08 Oktober
2012.
Bugiskha,
2012, Ancaman Globalisasi Terhadap
Identitas Nasional Bangsa Indonesia. http://bugiskha.wordpress.com/2012/03/12/ancaman-globalisasi-budaya-terhadap-identitas-nasional-bangsa-indonesia/. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2012.
Sabaoth.
Jehovah, … , Biografi Singkat Ignas
Kleden. http://jehovahsabaoth.wordpress.com/bahasa-indonesia/ignas-kleden/.
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012.
Suarnatha SH. I Komang, 2011, Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan
Perilaku Masyarakat. http://www.karangasemkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012.
…
, …, Definisi Entitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Entitas. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
Soepandji. Budi Susilo, 2012, Revitalisasi
Nilai Luhur Pancasila Dalam Kehidupan Nasional. http://budisusilosoepandji.wordpress.com/2012/06/07/revitalisasi-nilai-luhur-pancasila-dalam-kehidupan-nasional/.
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
Suadin, 2012, Permasalahan
Bangsa Indonesia Saat Ini. http://suaidinmath.wordpress.com/2012/10/04/permasalahan-bangsa-indonesia-saat-ini/.
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
…, …, Karakter-karakter
Bangsa. http://id.wikisource.org/wiki/Karakter-karakter_bangsa. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
NH. Yusach, 2007, Membangun Karakter Generasi Muda.
http://www.beritaindonesia.co.id/humaniora/179-membangun-karakter-generasi-muda. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
Pamenang Imawan. Rafif, 2012, Ancaman Globalisasi Terhadap Pembentukan Karakter Bangsa. http://ebookbrowse.com/ancaman-globalisasi-terhadap-pembentukan-karakter-bangsa-rafif-pamenang-imawan-satria-aji-imawan-pdf-d344641925.
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
[1]) Pendapat mengenai
Indonesia ini dikemukakan atas hasil penilaian Prof HAR Tilaar terhadap
pengaruh etnisitas di Indonesia, beliau adalah salah satu tokoh pendidikan
Nasional.
[2]) Menurut kamus Psikologi karya
Chaplin, 2008: 91, kohesi merupakan kualitas kebergantungan satu sama lain,
atau kualitas saling tarik menarik.
Kohesivitas itu sendiri merupakan kekuatan dari pemersatu yang
menghubungkan anggota kelompok secara individual dengan anggota yang lain dalam
satu kelompok secara keseluruhan.
[3]) Parsudi Suparlan, 1999:
8-17
[4]) Pendapat ini dikemukakan
pada tahun 1988 oleh Frederik Barth dalam bukunya.
Thomas Fredrik Barth Weybye
(lahir 22 Desember 1928 di Leipzig) adalah seorang
antropolog sosial Norwegia
yang telah menerbitkan buku etnografi, dengan beberapa pandangan formalistik yang jelas. Dia adalah
profesor di Departemen Antropologi
di Universitas Boston, dan sebelumnya menduduki profesor di Universitas Oslo, Universitas
Bergen (di mana ia
mendirikan Departemen Antropologi
Sosial), Emory University
dan Harvard University. Dia
diangkat seorang sarjana pemerintah
pada tahun 1985.
[5]) Rex dalam Simatupang,
2003.
[6]) Tilaar, 2007: 4-5
[7]) Teori itu dikembangkan
oleh Frederich Ritzel dalam bukunya "Political Geography".
[8]) Lebensraum adalah hak
suatu bangsa atas ruang hidup untuk dapat menjamin kesejahteraan dan
keamanannya. Berdasarkan kaum geopolitik Jerman, negara besar berhak berkembang
dan memakan negara yang kecil yang dari dulu telah ditakdirkan untuk mati.
[9]) Anthony Giddens, 1989.
[11])
Para Bapak Bangsa tersebut adalah M. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir.
Soekarno. Mereka inilah yang mengajukan
konsep rumusan dasar Negara.
[12])
Pendapat tersebut dikemukakan oleh Doktor Ignas Kleden (46), beliau berlatar
belakang ilmu filsafat, tetapi kegiatan sehari-hari terutama di bidang sosial,
politik dan kebudayaan. Tahun 1982 memperoleh gelar MA ilmu filsafat dari
Universitas Munchen. Awal tahun 1995 memperoleh gelar doktor sosiologi dari
Universitas Bielefeld, Jerman. Disertasinya menggugat studi-studi Clifford
Geertz (69) tentang Indonesia secara keseluruhan.
[13])
Pendapat tersebut dikemukakan Basirun Samlawi.
[14])
Entitas adalah sebuah objek yang keberadaannya dapat dibedakan terhadap
objek lain.
[15])
Pendapat Charlotte Buhler mengenai Sosialisasi.
0 komentar:
Posting Komentar