RSS

tugas etnisitas dan pembangunan



 
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, yang telah memberi rahmat serta hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Etnisitas Pembangunan Nation and Character Building Indonesia”. Tak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sang pilihan dan sang pemilik ukhwah.
Penyusun membuat makalah ini bertujuan untuk melatih kemampuan kami dalam menyusun makalah, dan pelengkap pembelajaran IPS SD 1 berdasarkan atas tuntutan penyelesaian mata kuliah pendidikan IPS SD 1.  Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perkuliahan, dengan maksud dapat memperoleh wawasan secara komprehensif dan fungsional. 
Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.      Bapak dosen Pendidikan IPS 1, H. Ibnu Hurry, S.Sos. 
2.      Semua pihak yang membantu penyusun dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan karena masih dalam proses belajar. Oleh karena itu, penyusun dengan terbuka akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan. Penyusun berharap makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun dan para pembaca.

                                                                                                Sukabumi,12 Oktober 2012



                                                                                                            Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................         2
DAFTAR ISI........................................................................................................         3
BAB I      : PENDAHULUAN ............................................................................     4-8
A.    Latar Belakang .............................................................................     4-6
B.     Rumusan Masalah ........................................................................         6
C.     Tujuan Penulisan...........................................................................         6
D.    Prosedur........................................................................................     6-7
E.     Sistematika Penulisan....................................................................     7-8
BAB II    : Tinjauan Pustaka..............................................................................   9-13
A.    Pengertian Etnis, Etnisasi, Etnisitas dan
Nation and Character building......................................................   9-12
B.     Pengertian Globalisasi...................................................................       12
C.     Pengertian Demokrasi...................................................................       12
D.    Pengertian Budaya dan Kebudayaan ...........................................       13
BAB III   : Pembahasan....................................................................................... 14-21
A.             Pengaruh etnisitas terhadap pembentukan nation and character building di Indonesia                14-16
B.     Dampak globalisasi terhadap etnisitas di Indonesia saat ini...................... 16-17
C.     Pengaruh etnisitas terhadap demokrasi di Indonesia.................................       18
D.             Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia        ............................................................................................................... 18-21

BAB III   : Kesimpulan........................................................................................ 22-23

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 24-25





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dewasa ini Indonesia berada di tengah era baru, yakni era reformasi. Kondisi bangsa kita di era reformasi ini, antara lain ditandai dengan beberapa fenomena yang muncul sebagai tantangan di berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, politik, dan sosial budayanya.
Masalah-masalah kita sebagai bangsa memang kompleks, seiring dengan makin berkembangnya dinamika zaman, seperti arus globalisasi yang demikian mengalir secara deras dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa.
Kebudayaan Indonesia yang menjadi identitas etnis atau suku bangsa yang tadinya dianggap mempunyai batasan-batasan tertentu kini juga berubah. Perubahan ini berkaitan dengan faktor geografis dan nilai-nilai yang dibagi bersama yang dianggap pengikat dalam membentuk masyarakat. Faktor geografis berkaitan dengan wilayah geografis etnis yang tidak lagi terbatasi. Seperti orang Jawa yang ada di Suriname atau orang Cina di Kalimantan. Batas-batas geografis itu tidak lagi menjadi jelas karena tingkat mobilitas gerak orang sudah demikian meluas dan intensifnya. Demikian pula dengan faktor nilai-nilai yang dibagi bersama menjadi nilai-nilai yang sifatnya universal antar etnis, bahkan antar bangsa, sesuai dengan konteks dan setting sosial yang berbeda.
Tokoh pendidikan nasional menilai, “Menjadi Indonesia itu memerlukan waktu yang cukup panjang. Indonesia kita ini terdiri dari banyak suku bangsa atau etnis, dari etnis inilah kita bersama-sama bertekad untuk membangun Indonesia. Jadi, dasar dari Meng-Indonesia itu adalah Etnisitas yang dikembangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika”.[1])
Saat ini yang namanya Indonesia itu masih belum dapat dicapai secara keseluruhan, tetapi masih dalam proses untuk menjadi Indonesia. Oleh karena itu ‘Meng-Indonesia’ itu merupakan suatu proses menjadi Indonesia yang di dalamnya terdapat sejarah perkembangan manusia,itu sendiri, di mana terkadang terjadi suatu keadaan naik-turun atau kuat dan kadang melemah.
Apabila kita menengok kembali pada perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada periode perjuangan kemerdekaan, selama periode tersebut masyarakat dan para pemimpin perjuangan memunculkan sifat-sifat istimewa mereka. Kualitas istimewa inilah yang dibangkitkan, dipupuk, dikuatkan oleh para pejuang kemerdekaan, yang akhirnya mengantarkan masyarakat yang tinggal di ribuan pulau ’zamrud kalutistiwa’ ini, yang sangat beraneka ragam baik dari sisi suku, agama, alam, dan budaya, memproklamirkan diri sebagai satu negara dan bangsa, yaitu Negara dan Bangsa Indonesia.
Kualitas istimewa itu mencakup kesepakatan kuat mengenai cita-cita bersama, semangat persatuan, penghargaan atas kebhinekaan, kesediaan berkorban, berani kerja keras, ketulusan, solidaritas, dan rasa percaya diri. Ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia bukan bangsa yang secara histotris adalah bangsa tak bermutu. Masyarakat Indonesia memiliki kualitas atau kekuatan yang apabila dipupuk dan dikembangkan dapat mengantarnya kepada kemajuan.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, rasa persatuan atau kohesivitas bangsa sangat kuat karena ketika itu musuh bersama rakyat Indonesia sangat jelas yaitu penjajah Belanda. Di samping itu, persatuan menjadi makin kuat karena cita-cita yang hendak dicapai bersama juga sangat jelas yaitu Indonesia Merdeka. Namun kedaaan menjadi berbeda sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Kohesivitas menurun karena kepentingan golongan menjadi menonjol di atas kepentingan bersama. Pemberontakan demi pemberontakan yang mengancam kesatuan RI terjadi, seperti konflik internal maupun eksternal antar suku, ras, bahkan agama. Inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong timbul permusuhan antar suku, antar kelompok agama dan antar daerah.
Semangat persatuan yang sangat kuat di masa lalu menjadi makin lemah sedangkan semangat untuk menonjolkan diri sendiri menguat. Makin lemahnya kohesivitas[2]) bangsa juga disebabkan oleh makin kaburnya atau tidak adanya cita-cita bersama yang disepakati bersama yang dapat menggugah semua komponen bangsa untuk berjuang bersama dengan tidak mempersoalkan perbedaan yang ada diantara komponen yang bersangkutan. Tidak ada lagi yang namanya ’Indonesian Dream’ yang memberi inspirasi dan mengikat rakyat Indonesia untuk berjuang bersama.
Konsep Indonesia sebagai bangsa, yang mengacu kepada sejarah, kebudayaan, bahasa, dan karakter etnik yang relatif sama mulai diperdebatkan kembali. Fenomena ini muncul sebagai akibat rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat etnik-etnik tertentu karena dominasi pusat kepada daerah, yang kemudian berkembang menjadi dominasi suku bangsa tertentu kepada suku bangsa yang lain. Rasa ketidakadilan ini kemudian berujung kepada konflik-konflik sosial antar etnik.[3]) Rasa ketidakadilan tersebut memunculkan keinginan etnik-etnik tersebut untuk melepaskan diri dari kesepakatan mereka untuk berbangsa dan bernegara yang sama, yaitu Indonesia. Sehingga munculah Papua merdeka, Aceh Merdeka dan lain-lain sebagai akibat dari ketidakadilan suatu etnik terhadap etnik yang lain.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaruh Etnisitas itu sendiri terhadap pembentukan “Nation and character building” di Indonesia?
2.      Bagaimana dampak yang ditimbulkan globalisasi terhadap Etnisitas di Indonesia saat ini?
3.      Apa pengaruh demokrasi terhadap Etnisitas di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
4.      Apa ancaman globalisasi terhadap budaya di Indonesia yang mempengaruhi pembangunan karakter bangsa Indonesia itu sendiri?

1.3    Tujuan Penulisan
·         Mahasiswa mampu memahami pengertian etnisitas secara umum
·         Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh etnisitas terhadap pembentukan “nation and character bilding” di Indonesia
·         Mahasiswa mampu memahami dampak globalisasi terhadap etnisitas di Indonesia
·         Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh demokrasi terhdap etnisitas di Indonesia
·         Mahasiswa mampu memahami ancaman yang muncul akibat adanya globalisasi terhadap budaya di Indonesia

1.4    Prosedur
Indonesia bukan hanya nama sebuah negara, tetapi juga sebuah bangsa yang memiliki sebuah realitas objektif, baik dari segi geografisnya, budayanya, keragaman penduduknya, adat-istiadat dan agamanya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk (plural), kaya akan berbagai etnis didalamnya. Keanekaragaman merupakan perbedaan yang cukup kompleks, dan tantangan ini bukan tidak mungkin menjadi bumerang yang dapat memecah belah bangsa ini.
Dalam memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini harus mempersiapkan diri demi kelangsungan hidupnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diketahui antara lain, gambaran kehidupan di era globalisasi, tuntutan dan peluang apa saja yang ada di dalamnya dan bagaimana meresponsnya. Untuk itu, perlu diadakan tinjauan budaya untuk mengetahui apakah budaya Indonesia yang ada sekarang ini sudah siap mengahadapi era globalisasi. Budaya yang dapat menghadapi tuntutan seperti itu adalah budaya yang tangguh, sehingga ia dapat menghimpun potensi dari seluruh rakyat yang majemuk untuk menghadapi tantangan dari luar.
Kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi membuat dunia makin terbuka dan batas-batas atau sekat-sekat yang memisahkan satu bangsa dari bangsa lain makin memudar, memaksa masyarakat Indonesia untuk bergaul dengan masyarakat negara lain. Agar manusia Indonesia dapat berfungsi sebagai warga negara secara efektif dalam masyarakat Indonesia modern, ia perlu memperhatikan dan mengindahkan nilai-nilai yang diyakini dan dianut oleh pemikiran modern dewasa ini, antara lain, nilai-nilai yang terdapat dalam konsep demokrasi.
Terjadinya konflik nilai dalam kelompok masyarakat budaya Indonesia dewasa ini dapat diamati. Konflik itu dapat terbuka dan dapat pula terpendam. Di satu sisi dipaksa untuk mengikuti nilai-nilai atau norma-norma yang baru, dan di sisi lain masih terikat dengan nilai-nilai atau norma-norma tradisional. Maka dari itu, masuknya budaya asing tentunya harus memperkaya kebudayaan Indonesia, diambil nilai positifnya, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir rasional, sistematis, dan analitis.
Semua potensi yang terdapat dalam masyarakat Indonesia hendaknya dapat ditampung dalam wadah yang disebut budaya nasional Indonesia, yaitu budaya yang mengakui kebinekaan yang terdiri atas budaya-budaya etnis, dalam rangka mewujudkan pembangunan karakter bangsa Indonesia, membentuk ‘nation and character building’ Indonesia yang lebih baik.

1.5    Sistematika Penulisan
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
2.      Rumusan Masalah
3.      Tujuan Penulisan
4.      Prosedur
5.      Sistematika Penulisan

B.     Tinjauan Pustaka
1.      Pengertian Etnis, Etnisasi, Etnisitas dan Nation and Character building
2.      Pengertian globalisasi
3.      Pengertian demokrasi
4.      Pengertian budaya dan kebudayaan

C.     Pembahasan
1.      Pengaruh etnisitas terhadap pembentukan nation and character building di Indonesia
2.      Dampak globalisasi terhadap etnisitas di Indonesia saat ini
3.      Pengaruh etnisitas terhadap demokrasi di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
4.      Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia

D.    Kesimpulan
1.      Kesimpulan
2.      Saran

E.     Daftar Pustaka












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Pengertian Etnis, Etnisitas dan Nation and Character Building
a.       Etnis
Menurut Ensiklopedi Indonesia Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut Fredrik Barth [4]), istilah etnik merujuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya. Ciri dari kelompok etnik ini adalah membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.
Menurut Perspektif Teori Situasional, Etnis merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas adalah kolonialisme, yang demi kepentingan administratif pemerintah kolonial telah mengkotak-kotakkan warga jajahan ke dalam kelompok-kelompok etnik dan ras [5]). Dan seterusnya, sisa warisan kolonial tersebut terus dipakai sampai sekarang oleh masyarakat kita.

b.      Etnisitas
Etnisitas adalah suku bangsa, yakni berkaitan dengan kesadaran akan kesamaan tradisi budaya, biologis, dan jati diri sebagai suatu kelompok [6]) dalam suatu masyarakat yang lebih luas.
Etnisitas adalah pembagian kelompok berdasar ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan genetis serta bertindak berdasarkan pola yang sama. Pada dasarnya suatu kelompok etnis mempunyais sedikitnya enam sifat, sebagai berikut :
  • Mempunyai nama yang unik yang merujuk pada kelompok masyarakat tertentu. Misalnya Nasution, Saragih, Sitorus (Batak). Atau Pardi, Paimo, Parjo (Jawa).
  • Mempunyai keyakinan akan asal-asul nenek moyang, meski hal itu bisa jadi mitos. Misal orang Jawa merasa keturunan dari Semar.
  • Sebuah kelompok mempunyai ingatan historis yang sama.
Misalnya Orang Sunda merasa tidak cocok dengan orang Jawa karena dahulu Kerajaan Majapahit (jawa) pernah terlibat bentrok dengan kerajaan Padjajaran (Sunda).
  • Sebuah Kelompok mempunyai anasir budaya-agama yang sama.
Meski orang Jawa timur dan Jawa tengah berbeda dialek, tapi umumnya mereka islam dan dulunya menggunakan aksara yang sama (aksara jawa).
  • Sebuah Kelompok mempunyai ikatan pada tanah leluhur.
Meski, mereka lahir dan besar di tempat lain. Misalnya orang batak yang lahir dan besar di Jakarta, merasa harus pulang kampung ke Tanah Toba karna merasa itulah tanah leluluhurnya.
  • Memiliki ikatan solidaritas yang kuat antar anggota kelompok.
Misalnya orang tukang jamu dari Wonogiri (jawa) biasanya mereka saling membantu meski pekerjaan mereka sama-sama tukang jamu. Mereka akan saling berbagi dan saling tolong-menolong sebagai sesama tukang jamu dan sesama warga Wonogiri.
  • Dalam beberapa hal, masalah pekerjaan kadangkala juga merujuk pada identitas etnisitas tertentu.
Misalnya, tukang kredit keliling di Jakarta umumnya orang Garut atau Batak.

c.       Nation and Character building
Istilah bangsa adalah terjemahan dari kata nation, dan nation berasal dari bahasa Latin:natio yang artinya suatu yang lahir. Nation dalam istilah bahasa Indonesia artinya bangsa. Dalam perkembangan selanjutnya konsep bangsa memiliki pengertian dalam arti sosiologis antropologis dan politis.
  • Bangsa dalam arti sosiologis antropologis. Adalah perkumpulan orang yang saling membutuhkan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu wilayah. Persekutuan hidup dalam suatu negara bisa merupakan persekutuan hidup mayoritas dan minoritas. Bangsa dalam arti sosiologis antropologis diikat oleh ikatan - ikatan seperti ras, tradisi, sejarah, adat istiadat, agama atau kepercayaan, bahasa dan daerah. Ikatan ini disebut ikatan primordial.
  • Bangsa dalam arti politis. Adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan tunduk pada kedaulatan negara sebagai satu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Bangsa dan negara sudah bernegara dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan negara yang bersangkutan. Bangsa dalam arti politik diikat oleh sebuah organisasi kekuasaan yaitu negara dan pemerintahannya. Mereka juga diikat oleh suatu kesatuan wilayah nasional, hukum, dan perundangan yang berlaku di negara tersebut.

Menurut Frederich Ritzel, mengungkapkan bangsa sebagai hubungan antara wilayah geografis dan bangsa itu sendiri. Suatu teori kebangsaan baru mengungkapkan mengenai definisi Negara, di mana teori tersebut menyatakan bahwa negara merupakan suatu organisme yang hidup [7]). Agar suatu bangsa hidup dengan subur dan kuat maka negara butuh suatu ruangan untuk hidup, yang dalam bahasa Jerman disebut Lebensraum [8]).
Negara – Negara besar memiliki semangat ekspansi, militerisme, serta optimisme. Teori ini bagi negara  modern disambut dengan hangat, terutama Jerman. Namun sisi negatifnya menimbulkan semangat kebangsaan chauvinisme. Dewasa ini umumnya mengartikan bangsa sebagai rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk membangun masa depan bersama dan dari segi politik bangsa merupakan kelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah teritorial tertentu yang tunduk pada ketentuan hukum yang dibuat oleh kekuasaan negara
            Pengertian Charakter Building dalam segi bahasa, Charakter Building atau membangun karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, aklak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dalam konteks pendidikan (Modul Diklat LAN RI) pengertian “Membangun Karekter (character building) adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila.

2.2        Pengertian Globalisasi
Achmad Suparman mengungkapkan arti globalisasi sebagai suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. 
Sedangkan Scholte mengartikan globalisasi sebagai meningkatnya hubungan internasional.  Dalam hal ini masing-masing Negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. 
Berbeda dengan kedua pendapat di atas, Anthony Giddens mengungkapkan globalisasi sebagai proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia [9]).  Ditandai dengan kesenjangan tingkat kehidupan antara masyarakat industry dan masyarakat pertanian. 

2.3        Pengertian Demokrasi
Menurut etimologi/bahasa, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu dari demos = rakyat dan cratos atau cratein=pemerintahan atau kekuasaan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi rakyat mendapat kedudukan penting didasarkan adanya rakyat memegang kedaulatan.
Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
Menurut International Commission of Jurist Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas.

2.4        Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara lading [10]).  
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan budaya adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
            Sedangkan kebudayaan menurut Edward B. Taylor, adalah  keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut M. Jacobs dan B.J. Stern Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.














BAB III
PEMBAHASAN

3.1              Pengaruh Etnisitas terhadap pembentukan “Nation and Character Building” di      Indonesia         
Bangsa hadir, bukan dikarenakan adanya kesamaan budaya, suku, ras, etnisitas dan agama saja, tetapi lebih pada adanya kesamaan nasib dan keinginan untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas bangsa.  Dalam konteks ini sebuah komunitas di mana realitas pluralisme atau kenyataan kemajemukan bangsa dengan berbagai etnis dan kebudayaan yang ada bukan lagi dipandang sebagai masalah, tetapi sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dan justru merupakan modal utama bangsa itu sendiri.
Nasionalisme atau rasa dan tanggung jawab kebangsaan tersebut merupakan sesuatu yang penting di dalam proses “character and nation building”. Tidak ada bangsa hadir tanpa nasionalisme, tentu saja dengan kadar dan konteks masing-masing, sesuai dengan histori dan banyak faktor yang mempengaruhinya. Nasionalisme dan proses berbangsa, justru baru dimulai dan memperoleh tantangan-tantangan baru setelah bangsa itu sendiri hadir, dengan berbagai adat istiadat dan segala keunikannya yang dapat membentuk pembangunan karakter bangsa Indonesia dengan ciri dan karakteristik yang milikinya, yang tentunya tetap satu berbhineka tunggal ika.
Kesadaran nasionalisme Indonesia itu sendiri sebagai proses dalam mencapai pembangunan karakter bangsa yang tak lepas dari era kebangkitan nasional 1908, dan Sumpah pemuda 1928 yang telah meninggalkan dokumen amat mendasar sebagai wujud dari adanya kesamaan nasib dan solidaritas bersama untuk bertanah air, bertumpah darah, dan berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Jadi rasa meng-Indonesia tumbuh atas kesadaran bersama segenap elemen yang ada untuk bersama-sama mewujudkan, memelihara dan memajukannya, tanpa memandang etnis atau suku manapun, yang seharusnya menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Indonesia hadir bukan atas pemberian kaum penjajah. Ini suatu modal sejarah yang amat berharga.
Di atas telah disinggung bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku bangsa, etnisitas, bahasa, agama, dan adat-istiadat, yang satu sama lain saling memperkaya bangunan kebangsaan yang plural dan kokoh. Dengan kata lain, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Komposisi keragaman dan kemajemukan bangsa merupakan suatu realitas objektif, yang merupakan modal berharga bagi pembentukan jati diri dan karakter bangsa, yang mana diikat pula oleh konsensus dasar Negara kita yaitu Pancasila.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ada pada saat ini memiliki sejarah yang panjang dan mengalami beberapa fase penjajahan bangsa asing. Dengan pengalaman yang panjang tersebut, para Bapak Bangsa yang sering disebut The Founding Father’s [11]) telah merumuskan konsepsi dasar yang tepat bagi kehadiran sebuah negara dan bangsa baru bernama Indonesia. Sejak kemerdekaannya 17 Agustus 1945 hingga kini, sesungguhnya bangsa Indonesia tengah berupaya untuk memperkokoh “nation and character building”.
Sebagai bangsa yang telah berusia setengah abad lebih, Indonesia terus berproses dan berkembang seiring dengan “nation and character building” tersebut. Selama ini bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang harmonis, ramah, dan tingkat toleransi yang tinggi. Kesan demikian, khususnya pada era reformasi tampak kian pudar, seiring dengan munculnya banyak konflik sosial secara horisontal di kalangan masyarakat, dan banyaknya kerusuhan sosial yang terjadi. Tentu saja berbagai kejadian yang muncul tersebut telah menodai proses “nation and character building”. Kini saatnya bangsa Indonesia menunjukkan kembali karakternya sebagai bangsa yang ber-Pancasila dan bermartabat.
Betapapun kompleksnya tantangan yang kita hadapi, kita harus tetap mencintai bangsa ini. Bangsa di mana kita dilahirkan dan dibesarkan, dengan berbagai macam etnis di dalamnya yang tentunya dapat menjadi pengaruh positif bagi pembentukan pembangunan karakter bangsa disertai satu bahasa nasional, satu dasar Negara yaitu Pancasila yang menjadi pemersatu bangsa, yang memberikan harapan akan masa depan bagi kita semua, bangsa Indonesia. Dan kita pun harus mengembangkan rasa tanggung jawab, di samping secara mendasar kita harus memahami hakikat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang memiliki nilai-nilai dasar (basic values) Pancasila, sebagai karakter bangsa Indonesia yang diharapkan, yakni bangsa yang: (1) Ber-Ketuhanan yang Maha esa; (2) Ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Senantiasa berada dalam Persatuan indonesia; (4) Melaksanakan Permusyawaratan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (5) Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Inilah konsensus dasar kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Etnisitas dalam konteks Indonesia akan dapat berperan penting di dalam pembentukan karakter pembangunan bangsa. Hal-hal di atas adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama). Faktor etnisitas tadi jika ditransformasikan secara produktif, akan menyumbangkan pertumbuhan kehidupan demokrasi yang baik dan menjadi ciri karakteristik bangsa dengan berbagai budayanya yang ada namun tetap berbhineka tunggal ika. Tetapi juga sebaliknya bisa memicu konflik jika setiap kelompok gagal membangun sikap solidaritas sebagai warga Negara dan bangsa (nation-state).

3.2       Dampak globalisasi terhadap etnisitas di Indonesia saat ini
Globalisasi mempunyai dampak besar melonggarkan dan dapat pula melepaskan ikatan etnis dan agama. Kemajuan komunikasi dan ilmu pengetahuan bisa menjauhkan atau mengasingkan dan mendekatkan kita [12]). Pertama, terjadi perenggangan ikatan etnis dan religius. Orang dari berbagai etnis dan agama berbeda bisa saja bersatu dan bekerja sama menanggapi keprihatinan kemiskinan, misalnya, Globalisasi mendorong terbentuknya persekutuan-persekutuan baru yang mungkin jauh lebih mengikat daripada kelompok-kelompok tradisional. Kedua, terjadi penguatan ikatan etnis-religius. Globalisasi tidak saja melonggarkan, tetapi dapat pula mendorong menguatnya kembali ikatan kesukuan dan keagamaan. Hal itu dimungkinkan dua hal. Pertama, pencarian kepastian dan identitas. Orang lalu kembali kepada identitas lama. Kedua, reaksi terhadap tekanan dan dominasi yang tidak adil atau pengalaman ketertindasan. Penindasan itu bisa terjadi pada level global ini, nasional, dan lokal.
Globalisasi telah mempengaruhi identitas kesukuan dan religius masyarakat modern [13]). Migrasi penduduk yang makin cepat oleh penemuan teknologi komunikasi dan transportasi tidak saja menggeserkan nilai-nilai, tetapi juga mengubah komposisi penduduk. Masyarakat yang sebelumnya mayoritas berubah jadi etnik minorita.  Akibat dari interaksi ini, terjadi dialektika pemikiran dan pemahaman yang mendorong terjadinya tafsiran baru mengenai agama, budaya, dan politik. Perubahan ini mengakibatkan disorientasi nilai dan kultural. Tidak banyak orang siap memasuki global village atau global city ini. Mereka mencari bentuk hubungan lama baik budaya maupun agama yang memberi mereka rasa aman dan identitas.
Etnisitas yang pada awalnya disikapi sebagai penggambaran keseluruhan atau totalitas cara hidup, kegiatan, keyakinan-keyakinan, adat istiadat dari sebuah komunitas atau masyarakat, yang disebut dengan kebudayaan, kini menjadi sulit untuk didefinisikan. Demikian juga, pengertian kebudayaan nasional Indonesia yang disikapi sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah, kini sungguh sulit untuk diimplementasikan. Pendek kata, negara dan bangsa Indonesia hari ini, secara kultural tidak bisa lepas dari fragmentasi global yang kekuatannya nyaris tak terelakkan.
Di sisi lain, dengan adanya dominasi tersebut atau fragmentasi global yang memiliki kekuatan yang tak terelakkan, justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini. Disisi lain, harus diakui pula bahwa globalisasi pun bisa memberi dampak positif. Misalnya, masuknya budaya asing yang memperkaya kebudayaan Indonesia, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir rasional, sistematis, dan analitis. Selain itu, globalisasi justru akan menambah berkembangnya ilmu pengetahuan dan cara berpikir kritis.
Tantangan bagi bangsa Indonesia akibat globalisasi memang mengancam eksistensi jati diri bangsa Indonesia. Sebut saja terjadinya guncangan budaya (cultural shock). Globalisasi tidak sepenuhnya memperlebar ruang bagi bertumbuhnya masyarakat terbuka (open society), tetapi di sana sini menimbulkan ketakutan kehilangan identitas. Agama dan suku menjadi ruang lama yang terbuka kembali untuk penegasan identitas.
Untuk itulah, sebuah strategi kebudayaan nasional terutama bagi etnisitas di Indonesia membutuhkan suatu diskusi panjang yang diharapkan mampu memberi kontribusi berharga bagi pudarnya identitas yang terpecah terhadap negara dan bangsa. Sehingga yang terjadi adalah globalisasi tidak lagi membuat orang kembali ke identitas lama kesukuan dan agama, melainkan makin terbuka dalam membangun kerja sama untuk kebersamaan sosial yang lebih baik. Dengan demikian agama dan etnisitas menyumbangkan kemajuan dalam memasuki kehidupan era globalisasi ini.

3.3              Pengaruh etnisitas terhadap demokrasi di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Demokrasi, menurut Kleden, berbasiskan pada rakyat. Kekuasaan dari rakyat yang tercermin dalam seleksi pemimpin, rakyat terlibat di dalam pengambilan keputusan, dan kekuasaan harus diabdikan untuk rakyat. Rakyat di sini dimengerti, pertama, sebagai individu tiap warga negara. Karenanya demokrasi adalah sistem penyelenggaraan kekuasaan yang mendukung penghormatan hak asasi manusia sebagai individu. Individu diberi ruang di dalam negara demokrasi untuk ikut menentukan kepentingan seluruh rakyat. Kualitas demokrasi ditentukan oleh kesediaan dan kesiapan setiap warga untuk menjadi warga yang demokratis. Jika demikian, kita menghadapi masalah bila keputusan individu diserahkan kepada pemimpin suku, agama, partai.
Kedua, rakyat dimengerti sebagai kelompok warga. Dalam konteks ini, demokrasi tetap mengakomodasi dimensi sosial dari individu. Di dalam negara demokratis terdapat kemajemukan kepentingan yang tampak di dalam pengorganisasian diri masyarakat. Tiap individu dapat membentuk satu wadah untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Dalam konteks demikian, dalam pandangan Kleden, demokrasi sedang terancam bila ada kelompok kepentingan tertentu tanpa alasan mendasar tidak menghendaki kelompok kepentingan lain hidup di dalam negara demokrasi itu. Sebaliknya demokrasi bisa terwujud apabila semua kelompok termasuk kelompok agama dan etnis dibiarkan hidup dan memberikan kontribusinya bagi kehidupan bersama. Menurut Kleden, “Kita tidak dapat menilai sebuah keputusan sebagai keputusan demokratis apabila isi dari keputusan itu adalah penindasan terhadap kelompok agama tertentu atau pemangkasan etnis tertentu. Perjuangan menuju demokrasi serentak berarti perjuangan untuk mengukuhkan hak-hak suku-suku kecil atau kelompok-kelompok religius yang membentuk minoritas”.
Agama dan etnisitas bisa berperan positif terhadap demokrasi karena demokrasi mengandaikan adanya nilai-nilai seperti solidaritas, penghargaan terhadap orang lain, kesediaan berkorban, dan kerelaan menerima kekalahan. Namun agama dan etnisitas dapat merongrong demokrasi bila ada sikap arogan, menindas dan memperlakukan kelompok etnis dan agama lain secara tidak adil. Demokrasi terwujud apabila kita sanggup keluar dari arogansi dan sakit hati. Kleden menegaskan lagi bahwa karena kita hidup di dalam masyarakat majemuk, maka mestinya ada kerelaan memberi dan menerima.


3.4              Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia
Identitas nasional sesuai dengan undang-undang dasar negara ini adalah segala hal yang berupa warisan nenek moyang bangsa, baik itu sebuah nilai, sistem sosial, dan artefak (benda-benda). Jadi ketika yang dibicarakan adalah identitas nasional maka itu akan berisi tentang sistem nilai norma hukum yang ada dalam masyarakat Indonesia, yang apabila dilihat secara holistik teryata terdapat sistem nilai yang berupa entitas [14]) budaya asli bangsa ini yang coba di akumulasikan dalam kata Pancasila.
Dengan pancasila ini coba dibangun kesadaran bangsa ini tentang norma-norma tata hidup bernegara dan bermasyarakat, maka diajarkanlah tentang toleransi, tepa selira, persatuan, keadilan dan persamaan, dan kebebasan berketuhanan, jadi secara umum yang menjadi gambaran identitas bangsa ini adalah Pancasila sebagai sebuah sistem nilai. Namun yang paling umum dalam melihat identitas nasional adalah nilai spiritual adalah yang lebih dominan dan nilai rasional adalah yangs selanjutnya ada nuansa-nuansa agamis dalam entitas budaya nasional. 
Budaya global yang lahir dari faham modernisme adalah implikasi dari budaya barat yang mengedepankan rasionlitas empiris dengan pemisahan wilayah nilai spirit dan wilayah rasional (sekular), hal ini sangat mempengaruhi karakter budaya masyarakat barat dengan mengedepankan rasio sebagai sumber utama peradaban maka setiap prinsip-prinsip nilai kemasyarakatan dibangun dalam kerangka rasio tadi. Namun rasio dalam ini yang berlandaskan empirisme dimana mengedapankan pengalaman-pengalaman dalam menentukan nilai, etika kebebasan, demokrasi, dan hak asai manusia diterrjemahkan dalam wilayah esensial rasional manusia.
Sebelum melanjutkan kenapa terjadi globalisasi budaya semestinya ada pemahaman yang dikedepankan dalam pembentukan masyarakat, dalam pembentukan kelompok terjadi melalui interaksi dan proses sosial, maka demikian pula dalam pembentukan masyarakat melalui proses interaksi antar kelompok. Kedua proses pembentukan kelompok maupun dalam pembentukan masyarakat semuanya terjadi melalui proses komunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses interaksi dimana suatu stimulus (rangsangan) yang memeperoleh arti tertentu dijawab oleh orang lain(respons), secara lisan maupun tertulis maupun dengan isyarat.
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya agar dia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya [15]).
Pembentukan karakter dalam masyarakat tidaklah terlepas dari tingkah laku daripada individu dalam masyarakat tersebut, dari hal ini maka tingkah laku individu melahirkan suatu bentuk dalam kelompok dan dari tingkah laku kelompok ini yang membentuk sebuah dinamika etika dalam masyarakat. Namun pembentukan tingkah laku individu dalam masyarakat tidaklah terlepas dari faktor lingkungan yang membentuk individu tersebut termasuk di dalamnya perkembangan pengetahuan dalam maasyarakat.
Berdasarkan pola hubungan di atas maka terbentuklah masyarakat, dalam masyarakat maka lahirlah nilai-nilai dan norma-norma yang mesti dituruti oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat konteks budaya Sulaewesi dimana sistem struktur sosial masyarakat diukur dari pada harga diri kemanusiaan dan ini melahirkan sublimasi dalam bebtuk-bentuk lain. Maka individu maupun kelompok dalam struktur masyarakat sulawesi haruslah mengikuti aturan-aturan masyarakat yang terbentuk. Dan dari perkembangan pengetahuan manusia membentuk karakter baru dalam konsep harga diri kemanusiaan masyarakat bugis Makassar. Begitu pula dalam masyarakat barat yang mengedepankan unsur rasional empiris maka budaya dan entitas kemasyarakatannya dikedepankan melalui kerangka rasional empiris.
Pada dasarnya setiap kebudayaan adalah perwujudan hasil cipta rasa dan karsa manusia yang mempunyai kesamaan berupa upaya untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia. 
Sebuah bangsa dengan mata terbuka menghadapi segala tantangan tentu akan berubah. Tetapi dalam perubahan dia tidak sekedar dikemudikan dari atas, dia tidak asal ikut-ikutan saja. Dia menetukan dirinya sendiri. Jadi ada penghargaan atas identias nasional dan ini dijadikan modal sosial untuk membangun bangsa ini, bangsa ini tidak mesti tertutup dengan perubahan-perubahan yang datang dari luar tetapi terus mempelajari hal-hal baru dan menjadikan sosial kapitalnya sebagai alat untuk mengembangkan dan membangun identitas-identitas dalam setiap pribadi dalam bangsa ini.
Identitas adalah sesuatu yang dinamis, pertemuan dengan identitas yang lain akan memperkaya, dapat juga menjadi sebuah ancaman. Kalau kita hanya berusaha untuk menyesuaikan diri kita akan kehilangan identitas kita. Atau  menutup diri itupun tidak akan menyelamtkan kita, karena identitas kita adalah cerminan negatif bagi lingkungan kita.  Agar dalam pertemuan identitas kita tidak menderita melainkan bertambah kuat maka kita mesti memenuhi dua syarat :
Pertama identitas mesti harus kuat, Indonesia sadar akan identitas nasionalnya sendiri dalam hal kebudayaan itu berarti harus mengenal kebudayaannya dan sejarahnya serta merasa bangga atasnya. Dan mengidentifikasi akan-kelemahan-kelemahannya.
Kedua identitas mesti harus terbuka, dalam arti dia harus terbuka dengan kebudayaan-kebudayaan lain seperti kebudayaan tekhnologi modern dia mesti harus mempelajarinya. Peresapan kebudayaan modern akan menghadapkan kita dalam pertanyaan yang barangkali belum dapat dijawab terutama ; mungkinkah kita akan bergaul akrab, mandiri dan kreatif dengan sains dan teknologi modern tampa mengembangkan iklim intelektual dan gaya berfikir yang secara historis menjadi asal-usul kebudayaan teknologis modern ?
Jadi keyakinan akan diri sendiri, kesadaran harga diri yang kuat, disertai keterbukaan itulah yang dianggap sikap yang memungkinkan Indonesia menjadi bangsa yang modern tampa kehilangan jiwanya sendiri.



















BAB IV
KESIMPULAN


4.1    Kesimpulan
Masyarakat Indonesia adalah suatu masyarakat yang bhineka bukan hanya karena keadaan geografisnya tapi juga karena sejarah perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Oleh sebab itu bangsa Indonesia bukan hanya terjadi dari berbagai suku tetapi juga dengan berbagai kebudayaan sesuai dengan pengaruh-pengaruh kebudayaan dunia yang telah memasuki Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Dengan demikian kebudayaan Indonesia terjadi dari lapisan-lapisan budaya dengan ciri yang khas yang telah masuk dan berintegrasi dalam budaya lokal. Dengan itu, kita dapat mengenal lapisan-lapisan budaya Hindu-Budha, budaya Islam, budaya Kristen, dan pada akhir-akhir ini, kebudayaan di era global dengan dampak negatif dan positif yang dimilikinya.
Etnisitas tentunya dapat berperan penting di dalam pembentukan karakter pembangunan bangsa. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama). Faktor etnisitas jika ditransformasikan secara produktif, akan menyumbangkan pertumbuhan kehidupan demokrasi yang baik dan menjadi ciri karakteristik bangsa dengan berbagai budayanya yang ada, namun tetap berbhineka tunggal ika.
Tetapi juga sebaliknya bisa memicu konflik jika setiap kelompok gagal membangun sikap solidaritas sebagai warga Negara dan bangsa (nation-state).  Masyarakat Indonesia yang demokratis pun akan memperoleh dasar perkembangan yang sangat relevan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan demokrasi itu sendiri sebagai ciri utama masyarakat madani di dalam corak kebhinekaan masyarakat dan budaya Indonesia. Demokrasi merupakan sistem penyelenggaraan kekuasaan yang mendukung penghormatan hak asasi manusia sebagai individu, tanpa membedakan berbagai etnis, ras dan agama yang ada.





4.2    Saran
Kita menyadari bahwa ciri pluralistik telah menandai kebudayaan Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku bangsa bersama-sama dengan pedoman berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu beriringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel) dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks itu pula maka ratusan suku-suku bangsa yang terdapat di Indonesia itu perlu dilihat sebagai aset negara berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan bangsa.






















DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, 2007, Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Arief Priyandi. Rieza, 2010, Etnisitas dalam pembentukan “nation and character building” Indonesia.http://riezaarif.blogspot.com/2010/04/etnisitas-dalam-pembentukan-nation-and.html.  Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012. 

Bugiskha, 2012, Ancaman Globalisasi Terhadap Identitas Nasional Bangsa Indonesia. http://bugiskha.wordpress.com/2012/03/12/ancaman-globalisasi-budaya-terhadap-identitas-nasional-bangsa-indonesia/.  Diakses pada tanggal 09 Oktober 2012.

Sabaoth. Jehovah, … , Biografi Singkat Ignas Kleden. http://jehovahsabaoth.wordpress.com/bahasa-indonesia/ignas-kleden/. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012. 

Suarnatha SH. I Komang, 2011, Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Perilaku Masyarakathttp://www.karangasemkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=759:dampak-globalisasi-terhadap-budaya-lokal-dan-prilaku-masyarakat&catid=54:artikel&Itemid=81.  Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012. 

… , …, Definisi Entitashttp://id.wikipedia.org/wiki/Entitas.  Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012. 

Soepandji. Budi Susilo, 2012,  Revitalisasi Nilai Luhur Pancasila Dalam Kehidupan Nasional. http://budisusilosoepandji.wordpress.com/2012/06/07/revitalisasi-nilai-luhur-pancasila-dalam-kehidupan-nasional/. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012. 

 

Suadin, 2012, Permasalahan Bangsa Indonesia Saat Inihttp://suaidinmath.wordpress.com/2012/10/04/permasalahan-bangsa-indonesia-saat-ini/. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012. 

…, …, Karakter-karakter Bangsahttp://id.wikisource.org/wiki/Karakter-karakter_bangsa.  Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012. 

 

NH. Yusach, 2007, Membangun Karakter Generasi Mudahttp://www.beritaindonesia.co.id/humaniora/179-membangun-karakter-generasi-muda.  Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012. 

 

Pamenang Imawan. Rafif, 2012, Ancaman Globalisasi Terhadap Pembentukan Karakter Bangsahttp://ebookbrowse.com/ancaman-globalisasi-terhadap-pembentukan-karakter-bangsa-rafif-pamenang-imawan-satria-aji-imawan-pdf-d344641925. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.  






[1])     Pendapat mengenai Indonesia ini dikemukakan atas hasil penilaian Prof HAR Tilaar terhadap pengaruh etnisitas di Indonesia, beliau adalah salah satu tokoh pendidikan Nasional.
[2])     Menurut kamus Psikologi karya Chaplin, 2008: 91, kohesi merupakan kualitas kebergantungan satu sama lain, atau kualitas saling tarik menarik.  Kohesivitas itu sendiri merupakan kekuatan dari pemersatu yang menghubungkan anggota kelompok secara individual dengan anggota yang lain dalam satu kelompok secara keseluruhan.    
[3])     Parsudi Suparlan, 1999: 8-17
[4])     Pendapat ini dikemukakan pada tahun 1988 oleh Frederik Barth dalam bukunya. 
        Thomas Fredrik Barth Weybye (lahir 22 Desember 1928 di Leipzig) adalah seorang antropolog sosial Norwegia yang telah menerbitkan buku etnografi, dengan beberapa pandangan formalistik yang jelas. Dia adalah profesor di Departemen Antropologi di Universitas Boston, dan sebelumnya menduduki profesor di Universitas Oslo, Universitas Bergen (di mana ia mendirikan Departemen Antropologi Sosial), Emory University dan Harvard University. Dia diangkat seorang sarjana pemerintah pada tahun 1985.
[5])     Rex dalam Simatupang, 2003.
[6])     Tilaar, 2007: 4-5

[7])     Teori itu dikembangkan oleh Frederich Ritzel dalam bukunya "Political Geography".
[8])     Lebensraum adalah hak suatu bangsa atas ruang hidup untuk dapat menjamin kesejahteraan dan keamanannya. Berdasarkan kaum geopolitik Jerman, negara besar berhak berkembang dan memakan negara yang kecil yang dari dulu telah ditakdirkan untuk mati.

[9])     Anthony Giddens, 1989.
[10])   Menurut Soerjanto Poespowardojo, 1993.


[11])   Para Bapak Bangsa tersebut adalah M. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.  Mereka inilah yang mengajukan konsep rumusan dasar Negara. 


[12])  Pendapat tersebut dikemukakan oleh Doktor Ignas Kleden (46), beliau berlatar belakang ilmu filsafat, tetapi kegiatan sehari-hari terutama di bidang sosial, politik dan kebudayaan. Tahun 1982 memperoleh gelar MA ilmu filsafat dari Universitas Munchen. Awal tahun 1995 memperoleh gelar doktor sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman. Disertasinya menggugat studi-studi Clifford Geertz (69) tentang Indonesia secara keseluruhan.
[13])   Pendapat tersebut dikemukakan Basirun Samlawi.

[14])   Entitas adalah sebuah objek yang keberadaannya dapat dibedakan terhadap objek lain.

[15])   Pendapat Charlotte Buhler mengenai Sosialisasi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar