RSS

Menganalisa Masalah Sosial Tentang Anak dibawah Umur yang Mengisap Lem (Ngelem)


Menganalisa Masalah Sosial Tentang Anak dibawah Umur yang Mengisap Lem (Ngelem)

            Video ini menceritakan tentang Dua anak laki-laki dibawah umur sedang mengisap lem, mereka berdua diwawancara dan mereka melakukan hal tersebut ditempat yang aman atau sepi disitulah mereka melakukannya. Jika diperhatikan dengan seksama ada yang ganjil dari tingkah pola mereka, pada umumnya anak-anak yang berkumpul senang akan gelak tawa  tapi ini malah sebaliknya, mereka hanya sibuk memegang sebuah kaleng kecil mereka tengah asyik membenamkan kepalanya dan menempelkan hidungnya dikaleng kecil yang dipegangnya. Mereka lalu mengangkat kepalanya kembali sembari melihat satu sama lain dan tersenyum kecil perilaku seperti ini mereka ulangi hingga berkali-kali.
            Fenomena Ngelem yang menjadi tren bagi sejumlah anak kini dapat dijumpai dengan mudah tidak hanya ditempat-tempat sepi seperti jembatan, perilaku yang sama juga banyak terlihat dijalanan, lorongan-lorong, kampung, pasar, hingga lembaga pendidikan  (sekolah).
            Ngelem adalah istilah untuk menghirup aroma dari bahan lem biasanya lem kambing untuk menempel ban sepeda atau untuk merekatkan bahan kayu. Kandungan dari lem kambing ini terdiri dari bahan karet sintetik, resin, dan pelarut yang disebut dengan toluen. Toleuen dalam industri farmasi sering digunakan untuk pembuatan pemanis buatan sacharin dan anastesi lokal. Lem kambing inilah yang disalahgunakan oleh anak-anak jalanan kadang-kadang juga anak-anak sekolahan yang terpengaruh pergaulan.
            Sehingga dampak yang ditimbulkannya yaitu : Anak yang sudah kecanduan mengisap lem aibon dapat berubah menjadi pemalas dan cepat emosi, selain itu anak yang sudah menikmati bau lem aibon selalu berhalusinasi berlebihan sehingga pola pikir otaknya tidak dapat terkontrol secara normal dan ujung-ujungnya mengancam jiwa anak tersebut. Dan parahnya apabila kebutuhan akan lem aibon bagi si pecandu tidak bisa dipenuhi maka anak tersebut bisa menjadi tempramental atau emosi, anak tersebut akan mudah tersinggung dan perasaannya selalu tidak senang apa yang dia lakukan seakan semuanya salah serta selalu menyalahkan orang lain.

            Bagi anak jalanan, akibat kecanduan mengisap aibon secara langsung akan menimbulkan sikap kriminalitas dijiwa si anak mungkin setelah menghirup lem mereka merasa lebih hebat, lebih berani, atau lebih gagah dijalanan. Bahkan ada juga mereka yang berani melakukan aksi kejahatan jalanan seperti mencuri dan mencopet.
            Faktor-faktor yang mendasari anak jalanan atau anak-anak umumnya melakukan kebiasaan ngelem antara lain: Ngelem menjadi sarana pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri anak, seperti marah, suntuk, kesal dsb. Secara fisik ngelem memungkinkan untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya, sedangkan secara psikis ngelem dapat menghilangkan rasa cemas, depresi, dan setres menghadapi faktor social.
            Adapun nilai yang terkandung mengenai masalah sosial ini bahwa anak jalanan melakukan hal tersebut berdasarkan dua nilai yaitu kebebasan dan pengakuan karena keberadaan mereka yang cenderung diremehkan dan dianggap mengganggu mereka berusaha mencari kekuasaan diri, mungkin kebebasan yang telah terbatasi oleh kemiskinan dan deraan hidup anak jalanan memilih lem perekat sebagai solusi menghilangkan setres dan tekanan hidup. Selain dari kedua nilai tersebut yang terpenting dan paling utama yaitu perlunya nilai-nilai keagamaan yang harus ditanamkan dengan baik sehingga anak-anak tersebut tidak terjerumus.
            Berdasarkan uraian diatas mengenai anak yang mengisap lem sudah jelas sekali itu merupakan salah satu pergaulan yang dapat merusak moral, merusak masa depan bahkan mengancam nyawanya sendiri hal tersebut diakibatkan minimnya pendidikan agama. Untuk mengatasi masalah tersebut yang berperan paling utama itu yaitu perbesar peran orangtua, karena peran orangtua tidak hanya pada saat anak berusia dini saja, ketika anak menjelang dewasa pun tugas dan tanggungjawab orangtua pun bertambah berat, orangtua harus selalu memantau dan mengetahui perkembangan anaknya. Tidak hanya peran dari orangtua saja akan tetapi peran lembaga pendidikan pun sangat dibutuhkan, lembaga pendidikan harus peka terhadap perkembangan dan kondisi lingkungan yang dihadapi oleh anak-anak pada umumnya. Selain peran orangtua, lingkungan sekolah dan peran lingkungan sosial pun ikut serta apalagi lingkungan merupakan tempat dimana mereka berkumpul dan bergaul dengan teman-temannya, selanjutnya peran pemerintah atau pihak berwenang dan juga peran alim ulama.
           
            Masalah Sosial ini ada hubungannya apabila dikaitkan dengan konsep dari Taksonomi Bloom tentang Cognitif Domain (Ranah Kognitif) yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berfikir.  karena masalah sosial tentang anak dibawah umur yang sudah menjadi seorang pecandu dengan mengisap lem ini memiliki pengaruh besar terhadap perilaku-perilaku yang menekankan pada aspek intelektual, malah karena banyaknya anak dibawah umur ngelem mengakibatkan perilaku anak dalam pengetahuan sangatlah berkurang, berhalusinasi berlebihan, bahkan merusak otak dan tidak dapat berfikir secara jernih, pola pikir otaknya tidak dapat terkontrol secara normal dan ujung-ujungnya mengancam jiwa anak tersebut. Untuk itu ranah kognitif ini berperan untuk mengingat, mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikannya teori kedalam perbuatan.
            Ranah atau domain yang kedua yaitu Affective yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi dan penyesuaian diri. Apabila dikaitkan dengan masalah sosial ini ternyata ada hubungannya juga, karena masalah ini berhubungan dengan perilaku atau tingkah pola mereka. Apabila kebutuhan akan lem aibon bagi si pecandu tidak bisa dipenuhi anak tersebut bisa menjadi tempramental atau emosi, anak tersebut akan mudah tersinggung dan perasaannya selalu tidak senang, dan dia menganggap apa yang dilakukannya selalu salah serta selalu menyalahkan orang lain.  Sehingga afektif ini berperan untuk menyadari adanya suatu masalah dilingkungannya sehingga masalah ini dapat diarahkan dengan memberikan reaksi terhadap masalah yang ada dilingkungannya.







Menganalisis Masalah Sosial tentang Terjadinya Tawuran Antar Pelajar SMA 70 Melawan STM 712
            Video ini menceritakan mengenai masalah sosial tawuran antar pelajar, ditayangan video ini terlihat perkelahian pelajar atau tawuran pelajar masing-masing membawa alat atau senjata untuk melakukan aksi tawurannya mereka berkelompok antara SMA 70 melawan STM 712. Mereka berkelahi dengan menggunakan alat tersebut memukul satu sama lain hingga menimbulkan kerusuhan masyarakat sekitar tawuran ini sudah menjadi suatu kebiasaan atau sudah menjadi tradisi dikalangan pelajar di indonesia, tawuran antar pelajar ini  terjadi semenjak terciptanya geng-geng. Geng-geng tersebut melakukan perilaku anarkis yang dilakukan didepan umum, perbuatan mereka sudah sangat tidak terpuji dan mengganggu ketenangan masyarakat, malahan mereka merasa bangga apabila masyarakat itu takut dengan geng-geng atau kelompoknya terjadi dan tak jarang bahkan sering terjadi pengrusakan fasilitas publik.
            Senjata-senjata yang dibawa para pelajar yang dipakai pada saat tawuran bukan senjata biasa, tawurannya sudah menggunakan alat bantu seperti batu dan kayu mereka juga memakai senjata tajam seperti besi bergerigi, pisau dll. Tawuran antar pelajar ini dapat menghilangkan nyawa seseorang, masalah ini bukan saja menjadi kenakalan remaja akan tetapi sudah menjadi tindakan kriminal.
            Kasus dalam tawuran antar pelajar ini terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan yang dianggap dengan rasa setia kawan yang berlebihan dan menyebabkan pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan. Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
            Tawuran atau tubir adalah istilah yang sering digunakan masyarakat indonesia khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok. Tawuran merupakan suatu penyimpangan sosial yang berupa perkelahian.
            Fenomena tawuran antar pelajar bisa dimaknai sebagai kegagalan pendidikan dalam membentuk kepribadian yang luhur dan budi pekerti bagi anak didik. Lembaga pendidikan yang merupakan wahana strategis untuk mencetak generasi emas, malah terjebak pada persoalan yang bersifat anarkis. Sungguh sangat disayangkan bila perilaku agresif dan anarkis menimpa kalangan pelajar, karena mereka adalah generasi penerus yang diharapkan bagi kemajuan bangsa dan agama.
Masalah Sosial ini ada hubungannya apabila dikaitkan dengan konsep dari Taksonomi Bloom tentang Cognitif Domain (Ranah Kognitif) yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berfikir.  karena masalah sosial tentang tawuran ini sangat mempengaruhi otak para pelajar karena mereka lebih mengutamakan aksi-aksi kenakalannya bukannya lebih mengutamakan belajar yang seharusnya mereka lakukan.
            Ranah atau domain yang kedua yaitu Affective yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi dan penyesuaian diri. Apabila dikaitkan dengan masalah sosial ini ternyata ada hubungannya juga, karena masalah ini berhubungan dengan perilaku atau tingkah pola mereka. Sehingga afektif ini berperan untuk menyadari adanya suatu masalah dilingkungannya sehingga masalah ini dapat diarahkan dengan memberikan reaksi terhadap masalah yang ada dilingkungannya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar